Sebuah peristiwa mengejutkan dan menyedihkan menimpa keluarga pasien di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
Dalam video viral di media sosial, terlihat keluarga yang berduka dipaksa turun dari ambulans RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang di tengah perjalanan menuju Nanga Mau.
Kejadian ini diduga terjadi karena sopir ambulans meminta pungutan liar (pungli) kepada keluarga korban.
Awalnya, keluarga korban diharuskan membayar biaya pengantaran jenazah sebesar Rp1.650.000. Setelah negosiasi dengan bantuan anggota dewan, biaya tersebut berhasil diturunkan menjadi Rp690.000 dan dibayarkan di kasir RSUD.
Namun, di tengah perjalanan, sopir ambulans kembali meminta uang tambahan dengan alasan untuk biaya bahan bakar. Keluarga korban yang sudah tidak memiliki uang lagi terpaksa diturunkan di SPBU Bujang Beji Sintang.
Peristiwa ini memicu kemarahan publik yang mengecam tindakan tidak bermoral dari sopir ambulans, terutama saat keluarga korban sedang berduka.
Menurut anggota DPRD Sintang dari Dapil Kayan Hulu-Kayan Hilir, Santosa keluarga almarhum memang tidak mampu.
Ketika pihak keluarga meminta bantuan, dirinya langsung berkomunikasi dengan Direktur RSUD sehingga pembayaran ambulans diproses sesuai dengan Perda yang berlaku.
“Namun di perjalanan, saya ditelepon bahwa oknum sopir meminta tambahan uang Rp1 juta, kemudian turun menjadi Rp500 ribu dengan alasan untuk biaya BBM,” jelas Santosa kepada awak media, Selasa (16/7/2024).
“Pihak keluarga bilang, jangankan Rp1 juta, Rp100 ribu pun mereka tidak punya. Setelah itu saya mendapat kabar mereka diturunkan. Sopir bilang, jika tidak punya uang untuk biaya tambahan, lebih baik pakai ambulans lain saja,” tambahnya.
Setelah menerima informasi tersebut, Santosa segera turun ke lokasi. Ketika sampai, sopir ambulans mengatakan bahwa ambulans siap berangkat.
Namun, Santosa memutuskan untuk menyewa mobil rental untuk melanjutkan perjalanan keluarga korban.
“Pelaku harus diberi sanksi tegas,” tegas Santosa.
Sementara itu Direktur RSUD Ade M Djoen Sintang, Ridwan Tony Hasiholan Pane mengaku meminta maaf atas kejadian tersebut.
Menurutnya, tindakan tersebut dilakukan oleh oknum, sebab tidak semua sopir ambulans bersikap seperti itu.
Untuk sanksi terhadap yang bersangkutan, Pane menyatakan bahwa tindakan tersebut akan mengacu pada aturan kepegawaian yang ada. Karena yang bersangkutan adalah PNS, maka sanksinya akan sesuai dengan mekanisme aturan pegawai negeri.
Pane menjelaskan bahwa penggunaan ambulans dari RSUD mengacu pada Perbup yang ada, di mana sudah termasuk biaya untuk sopir, perawat, dan BBM.
“Sebelum ambulans berangkat, BBM selalu dalam kondisi tersedia. Contoh, ketika sopir A berangkat, BBM diisi. Setelah selesai, BBM diisi lagi,” jelasnya.
“Untuk kejadian tadi malam, sopirnya mengisi dexlite, yang sebenarnya tidak kita rekomendasikan. Kalaupun harus dipakai mendesak tidak boleh dibebankan ke pasien,” tambah Pane.