Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin punya cerita menarik di masa jelang Pilkada Serentak 2024. Ia mengaku dipercayai untuk membuat survei untuk memetakan sosok yang pantas diusung di kontestasi.
Tapi bukan itu bagian klimaks ceritanya. Ujang mengaku selama melakoni pemetaan sosok bakal calon kepala daerah (cakada), ia sempat menerima curahan hati dari salah satu sosok yang tak mau dia ungkap identitasnya.
Ceritanya berkisar soal beratnya perjuangan seseorang yang ingin maju kontestasi pilkada. Selain harus membayar lembaga survei demi menggenjot elektabilitas, rupanya para cakada yang hendak maju harus punya persiapan modal fantastis, sebesar Rp100 miliar, jika mau dilirik parpol.
"Ketika ingin mendapatkan rekomendasi sang kandidat itu harus menawarkan memberi uang Rp100 miliar bagi posisi calon gubernur. Jadi kemarin curhat, ketemu dia cerita ini penting, 'berapa?' 'Rp100 miliar harus ada di rekening' kata dia," tuturnya dalam diskusi bertajuk 'Aspirasi Parlemen untuk Pilkada Serentak Berkualitas' di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2024).
Ujang melanjutkan, uang tersebut tidak boleh disimpan dalam satu rekening. Setidaknya, tutur dia, uang tersebut dipecah dalam tiga rekening. "Ini penting saya sampaikan sebagai bentuk pembelajaran bahwa bagaimana membangun kualitas demokrasi, termasuk membangun kualitas pilkada," ucap dia.
Lebih lanjut ia bercerita, ada seorang kandidat yang mengaku harus menyerahkan uang muka alias DP senilai Rp3 miliar ke satu partai, hanya untuk mendapatkan tiga kursi di satu kabupaten. Kalau hal seperti ini terus terjadi, kata dia, maka orang yang memiliki pendidikan dan memiliki pemikiran yang bagus akan sulit untuk bertarung.
"Ini kan mereduksi kita semua, mereduksi anak bangsa yang berprestasi untuk ikut berkontestasi. Ada memang anak muda yang dipaketkan dengan calon gubernur, karena memang dia dekat dengan petinggi partai," ucap dia.