Ketua DPP PDIP Bidang Kesehatan Ribka Tjiptaning menyinggung sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang lupa dengan asal-muasal dirinya bisa menjadi kepala negara 2 periode.
Mulanya, Ribka bercerita bahwa adanya peristiwa kudatuli pada 27 Juli 1996 membangkitkan semangat reformasi. Yang mana, seorang anak tukang kayu yakni Jokowi bisa menjadi presiden.
"Di balik itu juga karena kasus 27 Juli ini terjadi reformasi ya kalau enggak ada reformasi seperti saya tadi bilang enggak adalah si Jokowi itu anak tukang kayu bisa jadi presiden," kata Ribka, saat diskusi di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Sabtu (20/7).
Namun, sikap Jokowi dinilai menampakkan kesombongan setelah berkuasa. Bahkan, dianggap lupa dengan PDIP sebagai partai yang membesarkannya.
"Saya akan bilang siapa pembisik terakhir Jokowi, bilang sama Jokowi kan aku bilang enggak apa-apa, emang Jokowi udah lupa, salah minum obat apa bagaimana ya?” kata dia.
“Jadi gimana udah lupa pemimpin itu punya leadership akan ingat siapa yang membesarkan, ya kan. Kalau sudah lupa jangan salah minum obat, Jokowi harus ketemu saya dulu, biar normal lagi kita suntik," imbuh dia.
Sebagai informasi, Presiden Jokowi sebelumnya merupakan kader PDIP. Selama dua kali Pilpres, Jokowi diusung oleh partai banteng moncong putih itu.
Namun di PIlpres 2024, keretakan hubungan antara Jokowi dengan PDIP terjadi.
PDIP dalam Pilpres 2024 lalu mengusung calon presiden dan wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Namun Jokowi lebih condong mendukung pasangan Prabowo-Gibran. Gibran adalah putra sulung Jokowi.
Gibran bisa mengikuti kontestasi Pilpres 2024, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan syarat menjadi capres atau cawapres adalah berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk kepala daerah. MK kala itu dipimpin paman Gibran yaitu Anwar Usman seperti dilansir dari merdeka
Ribka menegaskan, seorang pemimpin sejati itu sedianya memiliki kepemimpinan yang baik. Bukan melupakan akar tempat di mana ia ditempa dan besar hingga menjadi orang nomor satu di republik Indonesia.
“Pemimpin itu punya leadership akan ingat siapa yang membesarkan, kalau sudah lupa jangan-jangan salah minum obat? Jokowi harus ketemu saya dulu biar normal lagi, kita suntik,” kelakarnya disambut riuh tawa peserta diskusi.
Di sisi lain, Ribka menyinggung soal betapa pentingnya peristiwa Kudatuli sebagai tinggal sejarah yang melahirkan reformasi 1998.
Menurutnya, tanpa Tragedi Kudatuli atau kerusuhan dua puluh tujuh Juli 1996, tidak akan lahir reformasi dan kebebasan seperti saat ini.
“Tidak ada Kudatuli atau 27 Juli tidak ada reformasi. Reformasi itu adalah tonggaknya adalah kasus 27 juli,” kata Ribka.
Dikatakan Ribka, Kudatuli menjadi pemantik lahirnya iklim demokrasi sekaligus mengakhiri hegemoni Presiden Soeharto selama 32 tahun.***