Oleh Frederikus Bata, Antara / republika
Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang secara umum mengatur pemberian insentif untuk calon investor yang turut membangun layanan dan fasilitas di IKN. Insentif pada pelaku usaha diberikan antara lain dalam bentuk jaminan kepastian jangka waktu hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 9.
Pada Pasal 9 ayat 2, hak guna usaha diberikan hingga 190 tahun yang diberikan melalui dua siklus atau selama 95 tahun dalam satu siklus pertama dan 95 tahun pada siklus kedua.
"Hak guna usaha untuk jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi," demikian bunyi Pasal 9 ayat 2 dalam Perpres tersebut.
Pemerintah juga memberikan jaminan hak guna bangunan (HGB) dengan jangka waktu paling lama 80 tahun pada siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali pada siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 tahun, sehingga totalnya 160 tahun untuk HGB.
Hak pakai bangunan juga diberikan dengan jangka waktu paling lama 80 tahun pada siklus pertama dan 80 tahun berikutnya pada siklus kedua. Ketiga hak atas tanah tersebut tentunya diberikan berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.
Dengan insentif sedemikian besarnya, mengapa pemerintah hingga kini masih kesulitan menarik investor untuk berinvestasi di IKN? Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal turut merespons hal ini.
Faisal menilai, perpres terbaru yang diterbitkan Jokowi menunjukkan pemerintah sedang berusaha ekstra keras menarik investasi. Pasalnya insentif yang diberikan sangat besar, disamping berbagai insentif dari pajak dan fiskal.
"Nah insentif juga diberikan dalam bentuk lain, dan ini salah satunya adalah memberikan izin penggunaan lahan dalam jangka waktu yang sangat lama," kata Faisal kepada Republika, Selasa (16/7/2024).
Selanjutnya, dari perspektif investor, menurutnya berinvestasi di IKN dipandang masih relatif kecil terkait profitabilitasnya atau keuntungan. Sementara resikonya sangat besar. Hal ini menghalangi investor untuk berinvestasi di IKN pada saat sekarang.
"Nah, dalam kondisi seperti ini, artinya untuk bisa menarik investor dalam waktu dekat, relatif masih sangat susah walaupun insentif yang ditawarkan, sangat besar," ujar Faisal.
Ia melihat pembiayaan oleh APBN masih menjadi faktor utama untuk pembangunan IKN, dalam beberapa waktu ke depan. Menurut faisal, keadaan demikian umum terjadi di negara-negara yang membangun ibu kota baru.
"Oleh karena itu, maka insentif yang diberikan bagi investor semestinya tidak harus diburu-buru, terlalu besar," ujar Faisal.
Pengamat lainnya, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengkritisi keputusan pemerintah ini. Bhima menilai kebijakan demikian kurang tepat, meski memahami maksud di balik itu.
"Jadi ini cara-cara menjual murah IKN dengan menawarkan berbagai insentif termasuk HGU yang bisa diperpanjang hingga 190 tahun. Itu menunjukkan keputusasaan pemerintah dan Otorita IKN dalam menarik investasi," kata Bhima, Senin (15/7/2024).
Bhima merasa ini akan menjadi semacam perebutan lahan dibandingkan pengembangan. Tidak ada jaminan dengan HGU sepanjang itu, bakal terjadi pengembangan cukup masif di IKN. Bhima menegaskan, yang sedang dibangun adalah pusat administratif, bukan pusat bisnis atau ekonomi.
Menurut dia, Jakarta dengan segala kurang-lebihnya, tetap menarik dalam jangka panjang. Fakta menunjukkan hal itu. Insfrastruktur dibangun di pulau Jawa, secara khusus di Jakarta, dengan cukup masif.
"MRT, kereta cepat. Apalagi kereta cepatnya mau Jakarta-Surabaya. MRT fase dua dan LRT misalnya. Itu menunjukkan Jakarta tetap menarik bagi pusat ekonomi, susah untuk menggeser sampai ke IKN," ujar Bhima.
Ia kembali mengingatkan kebijakan terbaru HGU ini belum tentu menarik minat investor. Ia mengetahui ada persoalan lahan, sesuatu yang harus dibereskan.
Namun, persoalan lahan, lanjut Bhima, tidak kemudian diselesaikan dengan izin HGU jangka panjang. Pasalnya jika dilihat lebih detail, persoalan lahan juga terkait tumpang tindihnya area milik masyarakat atau negara. Kemudian daerah mana yang masih wilayah hutan.
"Itu juga perlu dipikirkan," ujarnya.
Selanjutnya, tentang investor. Orang-orang yang ingin berinvestasi di sana, menurut Bhima juga membuat perhitungan matang. Berbagai aturan yang ada, apakah mendatangkan kepastian atau keuntungan buat mereka.
Investor tersebut berpotensi ragu untuk berinvestasi jika masih banyak permasalahan di lapangan. Investor tidak peduli meski izin HGU sangat panjang, akan ada banyak pertimbangan untuk berinvestasi di sana.
"Selain itu, kondisi ekonomi global sekarang turut memengaruhi minat investasi di IKN," ujar Bhima.
Ia melanjutkan, di banyak negara sedang terjadi situasi yang sama. Ada pembangunan kota baru. Ia menyinggung Arab Saudi dan Mesir yang mekukan aktivitas tersebut.
Menurut Bhima, keadaan demikian, membuat pemerintah Indonesia terlibat persaingan ketat di level global untuk memicu daya tarik investasi ke IKN. Sampai sekarang, belum ada investor luar negeri yang masuk ke IKN. Ia menilai, berarti masalahnya bukan pada insentif.
"Masalahnya ada pada persiapan, ada faktor institusi, kemudian faktor lingkungan, air ya, itu juga jadi salah satu isu. Energi, listrik. Nah, jadi itu yang sebenarnya harus diselesaikan dulu gitu, dibandingkan melakukan obral insentif," ujar Bhima.
Presiden Jokowi pada Selasa (16/7/2024) menyebutkan aturan pemberian insentif kepada calon investor dalam bentuk HGU lahan hingga 190 tahun di IKN bertujuan untuk menarik investasi sebesarnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Menurutnya, Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) memiliki kewenangan untuk memberikan HGU lahan kepada investor selama 190 tahun yang turut membangun layanan dan fasilitas pendukung di IKN.
"Ya itu sesuai dengan UU IKN yang ada. Kita ingin memang OIKN itu betul-betul diberikan kewenangan untuk menarik investasi yang sebesar-besarnya, baik investasi dalam negeri maupun luar negeri," kata Presiden Jokowi dalam keterangan persnya, di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Selasa.
Presiden Jokowi menilai, investasi diperlukan baik dari dalam maupun luar negeri untuk mendukung pembangunan infrastruktur di IKN. Hal itu karena pembangunan fasilitas dan ekosistem di IKN yang dibiayai oleh APBN hanya mencakup Kawasan Inti Pusat Pemerintahan.
"Karena yang dibangun dari APBN itu hanya kawasan inti yaitu kawasan pemerintahan. Yang lainnya itu kita berharap kepada investasi, kepada investor baik dalam dan luar negeri," kata Presiden.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) RI Zulkifli Hasan menyatakan optimistis aturan mengenai HGU untuk lahan di IKN sampai 190 tahun. Dia mengatakan, aturan yang diteken oleh Presiden Jokowi pada Rabu (11/7/2024), memberi kepastian hukum kepada penanam modal yang nantinya berinvestasi di IKN.
"Kalau kemarin kan belum ada kejelasan statusnya. Jadi, bagaimana orang ngebangun, enggak ada tanahnya. Kemarin itu baru selesai aturannya, ditandatangani Presiden. Mudah-mudahan dengan itu, yang tadi (investor) berminat untuk membangun, berinvestasi di IKN. Jadi, (pembangunan bisa) lebih cepat,” kata Zulhas, sapaan populer Zulkifli Hasan, di Jakarta, Ahad (13/7/2024).
Ia menerangkan, HGU itu sebatas hak pakai atau hak untuk mengelola lahan. Artinya, tanah yang dipakai di IKN itu tetap milik negara.
"HGU itu bisa diperpanjang terus, kaya di Singapura bisa 90 tahun. Kalau kita kan berapa, 20 tahun, 20, 20, 20 ya, tetapi kan tetap milik negara, kan namanya hak guna. (Lahannya tetap) milik Indonesia, punya negara," ujar dia.