Kader Nahdlatul Ulama (NU) Zainul Maarif mengundurkan diri sebagai dosen di Universitas NU Indonesia (Unusia) akibat dari pertemuan dengan Presiden Israel Isaac Herzog yang menuai kecaman.
Mahkamah Etik Pegawai Unusia menyatakan Zainul terbukti melakukan pelanggaran etik.
CNNIndonesia.com merangkum perjalanan kasus etik dimaksud mulai dari perjalanan Zainul ke Israel hingga mengundurkan diri sebagai dosen Unusia.
Pada awal Juli lalu, publik dihebohkan dengan kabar lima orang kader NU yang bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog.
Lima orang dimaksud yaitu Zainul Maarif yang juga pengurus Lembaga Bahtsul Masail PWNU DKI Jakarta. Kemudian Munawar Aziz yang merupakan Sekretaris Umum (Sekum) PP Pagar Nusa, ikatan pencak silat NU.
Izza Annafisah dan Nurul Bahrul Ulum yang merupakan pengurus aktif di PP Fatayat NU, organisasi pemudi atau perempuan otonom di bawah PBNU. Lalu Syukron Makmun merupakan pengurus PWNU Banten.
Menurut pengakuan Zainul, perjalanan itu dibiayai oleh lembaga Itrek. Organisasi yang berbasis di Amerika Serikat ini memiliki program mengirim mahasiswa pascasarjana serta tokoh muda dari banyak negara untuk melakukan perjalanan ke Israel selama satu minggu.
Zainul bercerita kegiatannya tersebut untuk berkunjung ke negara Israel dan Palestina. Ia mengatakan pihak yang mengajak dirinya mengikuti kegiatan ini berawal dari seorang kawan asal Universitas Harvard, AS.
Zainul mengaku menggunakan visa turis untuk berkunjung ke negara tersebut. Awalnya ia terbang terlebih dulu ke Dubai, Uni Emirat Arab kemudian melanjutkan perjalanannya ke Israel.
Foto-foto pertemuan tersebut memantik kemarahan publik. Sebab, pada saat yang bersamaan, Israel masih gencar melancarkan agresi hingga genosida ke Gaza Palestina sehingga mengakibatkan banyak korban tewas.
NU pun angkat suara dan mengambil sikap. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf meminta maaf kepada masyarakat Indonesia.
"Saya mohon maaf kepada masyarakat luas, seluruhnya, bahwa ada beberapa orang dari kalangan Nahdlatul Ulama yang tempo hari pergi ke Israel, melakukan engagement di sana," ujar pria yang akrab disapa Gus Yahya ini salam konferensi persnya pada Selasa lalu.
Yahya mengatakan NU sudah mendapat konfirmasi dari lembaga-lembaga di bawah terkait keberangkatan lima nahdliyin ke Israel bertemu Herzog. Hasilnya, kata dia, tidak ada koordinasi dari mereka masing-masing dengan lembaga tersebut.
"Bahwa lembaga-lembaga di bawah PBNU, yang personelnya ke Israel ini, tak tahu dan tak ada pembicaraan kelembagaan, sehingga yang dilakukan oleh anak-anak yang berangkat ke Israel itu tanggung jawab mereka pribadi dan tak terkait lembaga," terang Gus Yahya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta Samsul Ma'arif memberhentikan Zainul Maarif dari jabatannya sebagai pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU DKI Jakarta.
Samsul menjelaskan keputusan itu diambil dalam rapat gabungan Tanfidziyah dan Syuriah PWNU DKI Jakarta.
Tak berselang lama, pada 17 Juli lalu, Mahkamah Etik Pegawai Unusia menggelar sidang etik terhadap Zainul Maarif. Sidang memutuskan yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran etik. Atas keputusan itu, Zainul Maarif menyampaikan surat pengunduran diri dari Unusia.
"Menyatakan mundur sebagai pegawai Unusia. Pernyataan mundur ini disampaikan secara tertulis oleh yang bersangkutan pada tanggal 19 Juli 2024," kata Kabiro Humas Unusia Dwi Putri dalam keterangannya, Sabtu (20/7).
Zainul Maarif turut meminta maaf kepada NU serta masyarakat Indonesia lantaran telah bertemu Herzog.
Ia menjelaskan kunjungannya bertemu Presiden Israel sebagai inisiatif pribadi dan tak berkaitan dengan organisasi NU.
"Kepada masyarakat Indonesia, wabil khusus umat Islam, wabil khusus lagi kepada Nahdatul Ulama, organisasi di mana saya berada, atas apa yang ketidaknyamanan yang muncul akhir-akhir ini terkait dengan kunjungan saya ke Palestina dan Israel," kata Zainul.
Ia menjelaskan kunjungan ke Israel dan Palestina sebagai bagian dari kegiatan dialog lintas iman sekaligus untuk penelitian lapangan, dan mengklaim sedang melakukan penelitian tentang kehidupan orang Islam di Israel.
Ia pun mengatakan peserta yang ikut program ini ada yang beragama kristen, katolik, Yahudi dan Islam.
"Bagaimana kehidupan Muslim di sana? Kalau kehidupan Muslim di Gaza kita sudah tahu. Nah, kalau di Israel seperti apa? Semacam itu. Kemudian selebihnya, karena saya juga terlibat tentang dialog lintas iman, saya ngajar juga tentang kajian lintas agama, semacam itu. Ya, kalau pun ke sana, selain penelitian itu, mohon pertemukan dengan yang relate dengan saya, yaitu, tokoh-tokoh agama," tutur Zainul.