Aktivis Nahdlatul Ulama Profesor Nadirsyah Hosen angkat bicara soal kunjungan 5 aktivis NU yang bertemu dengan Presiden Israel di tengah aksi kejamnya yang menimpa warga Palestina.
Ia mengaku mengenal beberapa nama yang berangkat menemui Presiden Israel itu. Bahkan ia sudah mengonfirmasi salah satu kader NU yang hadir di acara itu.
"Pengakuannya, undangan diatur lewat jaringan alumni Harvard, dan berkenaan dengan akademik dan start up. Dan ini diklaim sebagai kunjungan pribadi, bukan atas nama NU," katanya.
Meski demikian, kata Nadirsyah, kalau mereka cuma “aktivis dan cendekiawan” saja saya yakin mereka tidak akan masuk radar untuk diundang ketemu Presiden.
"Justru karena ada embel-embel NU-nya makanya mereka diundang. Jadi tidak bisa ngeles dengan mengatakan ini atas nama pribadi. Mohon maaf atas keterusterangan saya ini: tanpa NU mereka bukan siapa-siapa dan gak bakal masuk radar Israel," pungkasnya.
Sebagai cendekiawan NU, Nadirsyah menilai mereka bertindak bukan hanya atas pilar tasamuh (toleransi) dan tawasuth (moderasi), tapi juga tawazun dan i’tidal.
"Tawazun artinya seimbang. Itu sebabnya mereka saat mendapat undangan harus menimbang banyak hal terlebih dahulu, termasuk geo politik dan konflik yg terjadi saat ini. I’tidal artinya tegak lurus pada aturan main, keadilan dan kebenaran. Kita tahu bagaimana Mahkamah Internasional sudah bersikap. Begitu juga kebijakan pemerintah RI soal ini. Jadi yang dilakukan kelima orang itu jauh dari prinsip NU: tawazun dan i’tidal,"
Nadirsyah yang juga Guru Besar Ilmu Hukum di Monash University Australia itu menilai Presiden Israel itu hanya simbol seremonial belaka. Tidak menjalankan roda pemerintahan sehari-hari.
"Jadi alasan mau berdiskusi soal konflik dengan dia itu menunjukkan ketidakpahaman soal struktur pemerintahan Israel. Lagipula seruan damai Sekjen PBB dan Paus Fransiskus saja dicuekin, mereka ini siapa kok merasa bisa mempengaruhi kebijakan Netanyahu. Banyakin ngaca mas-mbak," sindirnya.
"Program kunjungan seperti ini sudah lama berjalan bertahun-tahun dan selalu memicu kontroversi. Saran saya mereka yan merasa tokoh/aktivis/ulama sebaiknya menolak undangan semacam ini selama konflik belum usai. Yang untung cuma Israel dengan kunjungan dari NU. Mudaratnya lebih banyak," tutup intelektual yang pernah dikutip brand beberapa waktu lalu.