Peristiwa 5 pemuda NU bertemu Presiden Israel Isaac Herzog memang sudah ditindaklanjuti oleh PBNU. Tapi, residunya belum habis.
Belakangan, Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf kembali disorot karena pernah bertemu dengan otoritas Israel— beberapa tahun sebelum terpilih sebagai ketum.
Gus Yahya memang sudah menjelaskan bahwa pertemuan itu terjadi pada 2018. Dalam jumpa pers 16 Juli 2024, Gus Yahya menjelaskan proses kunjungannya ke Israel, termasuk dia datang atas nama pribadi dan sudah seizin para kiai NU.
Dalam kunjungan ke Israel itu, Gus Yahya sempat bertemu PM Benjamin Netanyahu dan menjadi pembicara di forum yang diadakan American Jewish Committee (AJC) — lembaga pro-Israel yang mulai 2021 hingga kini masuk daftar merah PBNU.
Dalam video yang viral beberapa hari belakangan ini, dalam rangkaian acara di Israel itu, Gus Yahya juga ikut bernyanyi bersama bersama orang-orang lintas agama.
Pada caption video yang diunggah di YouTube pada 5 Juli 2018 itu tertulis dalam bahasa Inggris penjelasan sbb:
Pada tengah malam setelah hari terakhir Ramadhan, dan untuk menghormati kunjungan Syekh Yahya Cholil Staquf dari Indonesia ke Yerusalem—Sekretaris Jenderal organisasi Muslim terbesar di dunia, Koolulam, Museum Menara Daud dan Jerusalem.com mengundang lebih dari 1.000 orang Yahudi, Muslim dan umat Kristiani—bernyanyi bersama untuk merayakan pesan cinta dan kasih sayang universal.
PBNU Kompak dan Solid di Bawah Gus Yahya
Menanggapi sorotan yang tak henti menerpa PBNU, salah satu Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla, menilai bahwa segala sorotan yang ditujukan pada NU saat ini tidak mengurangi soliditas NU. Bahkan, dia sempat menyinggung soal kejayaan di era Gus Dur.
“Dengan segala kekurangannya, PBNU di bawah Gus Yahya berjalan kompak dan solid saat ini. Serangan-serangan kepada PBNU saat ini justru mengingatkan saya pada era Gus Dur dulu,” kata Ulil di media sosial X.
Menurutnya, segala kontroversi dan gejolak yang timbul justru merupakan hal yang positif. NU memang harus mengambil konsekuensi itu.
“Kalau ingin tidur nyaman dan tidak kontroversial, ya diam saja dan jadilah sosok yang menyenangkan semua pihak. Tetapi dengan begitu, anda tidak menjadi apa-apa,” katanya.
Berikut pernyataan lengkap Gus Ulil:
Saya merasa akhir-akhir ini ada keresahan di sebagian teman-teman nahdliyyin yang bermain medsos. Sebabnya adalah serangan dan "negative sentiment" terhadap PBNU dan Gus Yahya.
Cuitan kali ini hendak saya tujukan kepada teman-teman NU untuk sedikit "ngedem-ngedem" dan melerai perasaan mereka.
1. Serangan "virtual" atas PBNU dan Gus Yahya akhir-akhir ini bisa saya pahami. Ada perkembangan-perkembangan krusial menyangkut NU yang bisa menjadi bahan "bakar" untuk serangan: konsesi tambang, keberangkatan lima anak NU ke Israel, bahkan Gus Yahya sendiri juga pernah pergi ke sana, dll.
3. Yang lebih krusial lagi adalah "posisi politik" PBNU yang saat ini dekat dengan Pemerintah Jokowi pada saat presiden kita ini sudah tidak lagi menjadi "hero" bagi kelas menengah seperti tahun-tahun lalu. Setiap kubu yang berpihak pada Jokowi saat ini sudah pasti rentan menjadi objek kritik dan serangan. Ini hal yang biasa dalam setiap pertarungan politik.
4. NU adalah ormas besar. Setiap dinamika apa pun yang terjadi di dalam dan pada organisasi ini, pasti akan memantik reaksi dan komentar dari publik. Kita harus memaklumi hal ini. Komentar-komentar itu, baik positif atau negatif, harus dimaknai sebagai pertanda bahwa "NU matters"; NU penting, karena itu menjadi pusat perhatian.
5. Dalam percakapan personal, Gus Yahya juga kadang membicarakan soal sentimen negatif terhadap NU hari-hari ini. Salah satu komentar dia yang saya suka kira-kira begini: "Saya ini bukan politisi yang peduli elektabilitas. Jadi, saya kurang begitu peduli pada reaksi publik. Saya hanya melakukan sesuatu yang saya anggap benar dan tepat. Reaksi publik seperti apa, monggo saja."
6. Jadi, teman-teman NU tidak usah resah dengan sentimen negatif terhadap NU di medsos hari-hari ini. Reaksi seperti ini kita maklumi saja. Jika ada sesuatu yang bisa dijelaskan, ya kita jelaskan, seperti soal kunjungan lima teman NU ke Israel itu. Kalau sudah dijelaskan kok masih dicerca terus, ya dibiarkan saja. Namanya juga netizen. Kalau tidak ada cercaan memang tidak seru.
7. Teman-teman NU tidak usah terlalu risau dengan sentimen di medsos. Memang percakapan di medsos tidak bisa diabaikan. Tetapi juga jangan terlalu "terfiksasi" atau terpaku oleh isu di medsos. Isu di medsos cepat datang dan pergi. Dan apa yang terjadi di medsos tidaklah mencerminkan realitas sehari-hari.
8. Teman-teman NU tetaplah aktif seperti biasa, memperkuat organisasi di segala tingkatan. Kritik-kritik dari luar harus kita anggap sebagai "pupuk" penyubur semangat.
9. Terakhir: belum pernah NU sebagai jam'iyyah solid dan kokoh dari pusat sampai ke bawah seperti di zaman Gus Yahya saat ini. Kaderisasi berjalan begitu intensif saat ini di seluruh Indonesia. Pembenahan lembaga dan banom sedang berlangsung dengan serius saat ini.
Dengan segala kekurangannya, PBNU di bawah Gus Yahya berjalan kompak dan solid saat ini. Serangan-serangan kepada PBNU saat ini justru mengingatkan saya pada era Gus Dur dulu. Di zaman Gus Dur dulu, NU mengalami situasi serupa: menjadi sasaran kritik dari begitu banyak pihak, karena Gus Dur berani mengambil keputusan yang kadang kontroversial, dan berani berpikir "nonlinier".
Alhamdulillah, "bakat" berani bertindak nonlinier ini diwarisi anak-anak NU sejak dulu hingga sekarang. Ini positif karena bisa menghidupkan diskusi, perdebatan, polemik, kontroversi. Suasana jadi hidup. Islam pun jadi dinamis.
Kalau ingin tidur nyaman dan tidak kontroversial, ya diam saja dan jadilah sosok yang menyenangkan semua pihak. Tetapi dengan begitu, Anda tidak menjadi apa-apa. Sekian.