Kader Nahdlatul Ulama, Zainul Maarif meminta maaf telah berkunjung ke Israel dan bertemu Presiden Isaac Herzog.
Menurutnya, niat baik dalam kunjungan itu belum tentu berefek baik.
"Bahwa niat baik, tindakan baik, kadang efeknya belum tentu baik, itu pelajaran besar bagi saya pribadi dan ini saya mewakili kawan-kawan semua," kata Zainul di kantor Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jakarta, dikutip Jumat (19/7/2024).
"Saya minta maaf bahwa, seharusnya saya berkoordinasi," ujar Zainul.
Menurutnya, kunjungan itu atas nama pribadi untuk penelitian dan dialog lintas iman.
"Undangan pribadi untuk penelitian. Untuk penelitian dan dialog lintas iman," kata Zainul.
Ketika itu, Zainul memilih untuk tetap berangkat karena menurutnya sebagai kesempatan emas untuk menjalankan misi perdamaian.
Alasan lainnya, dia ingin mengunjungi Masjidil Aqsa di Yerusalem. Dia mengaku belum memiliki pengalaman ke Masjidil Aqsa meski telah berhaji dan berumrah.
Sebelumnya, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jakarta memecat empat pengurus Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU). Salah satunya adalah Zainal Maarif yang berkunjung ke Israel dan bertemu Presiden Isaac Herzog.
Tiga orang lainnya adalah Mukti Ali Qusyairi, Roland Gunawan dan Sapri Saleh. Ketiganya terlibat dalam organisasi Pusat Studi Warisan Ibrahim untuk Perdamaian (Rahim), organisasi yang diketahui membangun hubungan kemitraan dengan Israel.
"Memutuskan bahwa beberapa orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam keberangkatan anak NU ke Israel itu diberhentikan dari kepengurusan Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jakarta," kata Ketua PWNU Jakarta, KH Samsul Ma'arif dikutip dari keterangannya, Jumat (19/7/2024) seperti di kutip dari iNews
Namun, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengecam keras lima Nahdliyin yang bertemu Presiden Israel Isaac Herzog baru-baru ini.
Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla menganggap pertemuan Nahdliyin di tengah agresi Israel ke Palestina itu sebagai sebuah tindakan yang tidak dapat diterima.
Senada, Ketua PBNU Mohamad Syafi' Alielha atau Savic Ali menilai apa yang dilakukan lima Nahdliyin itu sebagai tindakan orang yang tidak memahami kondisi geopolitik dan tidak mengerti kebijakan NU secara organisasi.
Ia pun menegaskan kunjungan kelima warga NU itu tidak atas nama organisasi. PBNU juga belum mengetahui atas dukungan atau sponsor pihak mana sehingga mereka berangkat ke Israel.
Savic pun menilai tindakan mereka dapat memperburuk citra NU di mata masyarakat luas.
Padahal, sikap PBNU dan Nahdliyin menurutnya sangat jelas, yaitu berdiri di sisi Palestina dan mengecam agresi militer hingga genosida Israel.***