Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto buka suara soal surat pemanggilan KPK, terkait kasus dugaan korupsi pembangunan dan perawatan jalur kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA), Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Hasto mengatakan alasan dirinya tak menghadiri panggilan pemeriksaan dari KPK pada Jumat (19/7) kemarin karena baru mengetahui adanya surat panggilan tersebut.
"Saya sendiri baru tau pagi hari, suratnya sudah seminggu katanya, tapi saat itu saya sedang tugas di Jogja, diterima oleh driver kami, dan kemudian tidak ada laporan, sehingga saya tidak tahu," ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Sabtu (20/7/2024).
Hasto pun meminta maaf lantaran tidak dapat hadir dalam pemeriksaan tersebut. Saat itu, Hasto mengaku tengah memimpin rapat pilkada.
"Maka kemarin kami mohon maaf betul, bahwa kami tidak bisa menghadiri, karena kemarin saya memimpin rapat pilkada," katanya.
Ia kemudian mengklaim dirinya tidak ada kaitan dengan kasus DJKA. Ia juga tak menampik pernah bekerja di BUMN sebagai konsultan.
Meski begitu, dirinya belum mengubah status di KTP sebagai konsultan.
"Saya pribadi tidak ada sangkut pautnya dengan hal tersebut. Tidak ada bisnis, kalau saya disebut sebagai konsultan, memang di KTP saya, karena dulu saya bekerja di BUMN, ruang lingkupnya ada consulting, maka saya tulis konsultan, belum diubah sampai sekarang," jelas Hasto.
Hasto menuturkan dari informasi yang didapatkannya, panggilan itu dikaitkan dengan Pilpres 2019. Saat itu, Hasto menjadi Sekretaris Tim Pemenangan.
"Karena terkait ada yang memberikan bantuan dan kemudian disinyalir bantuan tersebut apakah ini masih didalami oleh KPK, ada kaitannya dengan persoalan korupsi tersebut," ucapnya.
Lebih lanjut, Hasto memastikan dirinya akan memenuhi panggilan KPK berikutnya. Dia meminta untuk menunggu hasil pemeriksaan.
"Kami akan hadir, karena kami sejak awal punya komitmen yang sangat besar, terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," tambah Hasto.
"Jadi kita tunggu saja hasilnya karena saya juga belum tau diminta sebagai saksi, tapi saya pastikan, saya tidak ada kaitannya dengan persoalan tersebut, karena memang saya ini tidak ada bisnis," sambungnya.
Panggil Hasto
Sebelumnya, Jumat (19/7), Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan pihaknya memanggil Hasto dalam kapasitasnya sebagai konsultan, bukan petinggi partai politik.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama Hasto Kristiyanto, Konsultan," ujar Tessa dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat.
Tessa menyebut, locus delicti atau tempat terjadinya dugaan pidana kasus ini ada di Jawa Timur.
Meski demikian, Tessa belum menjelaskan Hasto akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka yang mana.
Sebagai informasi, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan dan perawatan jalur kereta api di DJKA, Kementerian Perhubungan.
Kasus itu terus berkembang karena korupsi diduga terjadi di banyak titik pembangunan jalur kereta, baik di Jawa Bagian Tengah, Bagian Barat, Bagian Timur; Sumatera; dan Sulawesi.
Kasus di DJKA diawali dengan perkara PT Istana Putra Agung (IPA) Dion Renato Sugiarto yang menyuap Pejabag Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Semarang, Bernard Hasibuan dan Kepala BTP Kelas 1 Semarang, Putu Sumarjaya.
Perkara itu kemudian terus berkembang hingga proyek-proyek pembangunan di Jawa Barat, Sumatera, dan Sulawesi.
Suap yang diberikan bervariasi yang mengacu pada persentase dari nilai proyek yang mencapai puluhan hingga ratusan miliar. seperti dilansir dari antara/suara
Sekilas Kasus DJKA
Kasus suap terhadap pejabat DJKA Kemenhub yang kasusnya ditangani KPK, telah diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, pada 7 September 2023.
Kala itu, vonis hukuman tiga tahun penjara dijatuhkan kepada Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto, yang terbukti memberikan suap untuk memperoleh pekerjaan pembangunan dan peningkatan jalur kereta api di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.
Total suap yang telah diberikan terdakwa ke berbagai pihak atas pekerjaan di tiga provinsi tersebut mencapai Rp 37,9 miliar.***