Program makan siang gratis untuk anak sekolah, menjadi salah satu janji kampanye Presiden terpilih Prabowo Subianto. Belum juga dijalankan, program tersebut sudah banyak memancing polemik. Di antaranya anggaran yang terus menyusut, sampai terbaru dipatok Rp 7.500 per porsi.
Praktisi pendidikan sekaligus Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal mengatakan, program makan siang gratis tersebut, membutuhkan anggaran besar. Apalagi jumlah siswa di Indonesia sekarang sekitar 55 jutaan anak.
”Makan apa (dengan anggaran) Rp 7.500 per siswa itu. Minimal Rp 15 ribu,” kata Muhammad Nur Rizal dalam diskusi Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Membangun Budaya Dialogis Dan Interaksi Melalui Ruang Ketiga secara virtual.
Rizal mengatakan, selama ruang fiskal negara mencukupi, program makan siang gratis itu bisa diterapkan. Bagaimanapun juga, Prabowo sebagai presiden kelak punya kewajiban untuk menjalankan janji-janji kampanye. Termasuk janji yang cenderung populis, yaitu makan siang gratis.
Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta itu menuturkan, dengan makan siang gratis di sekolah, tidak serta merta membuat siswa jadi gemuk atau sehat. Pasalnya upaya membuat anak sehat, perlu dukungan keluarga.
”Tapi sebagai program (kampanye) silakan dicoba dulu. Namanya juga menang (Pilpres),” kata Rizal.
Sebelumnya, soal anggaran makan siang gratis sempat disinggung Menko PMK Muhadjir Effendy. Kepada wartawan di Jakarta dia mengatakan, di daerah tertentu anggaran Rp 7.500 untuk makan itu sudah sangat besar.
Lebih lanjut pada kesempatan itu, Rizal menyampaikan aspirasi terhadap kabinet yang disusun Prabowo kelak. Khususnya di sektor pendidikan dan riset. Untuk urusan pendidikan, dia menekankan tidak perlu mengutak-atik kurikulum. Kebiasaan ganti menteri pendidikan, ganti kurikulum tidak perlu dilanjutkan.
”Yang terpenting itu guru,” kata Rizal.
Dia mengatakan, ganti menteri ganti kurikulum adalah cara lama. Pemerintah yang baru, perlu membuat guru yang bisa berpikir secara ilmiah. Kemudian guru yang mampu merangsang murid untuk suka atau cinta belajar.
Dia menegaskan, pola pengembangan guru jauh lebih penting, ketimbang urusan konten atau materi pelajaran. Komunitas GSM yang mereka bangun bertujuan menghadirkan perangai ilmiah
Materi pelajaran tidak terlalu penting. Mata pelajaran hanya jadi alat,” tutur Muhammad Nur Rizal.