Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi untuk memberikan “hak dan keistimewaan” baru kepada Palestina melalui pemungutan suara pada Jumat, 10 Mei 2024.
Pemungutan suara itu juga mendorong Dewan Keamanan untuk mempertimbangkan kembali pengakuan terhadap Palestina sebagai anggota PBB ke-194.
Sidang tersebut bermula dari veto salah satu negara anggota tetap DK PBB, Amerika Serikat, atas permohonan keanggotaan penuh Palestina pada 18 April 2024. Palestina telah menjadi negara pengamat PBB sejak 2012.
Pemberian hak-hak istimewa tersebut menegaskan peningkatan dukungan masyarakat dunia bagi perjuangan Palestina, pengakuan lebih lanjut Palestina sebagai negara di PBB, dan realisasi solusi dua-negara.
Dalam menanggapi seruan bersama dari negara-negara Arab, OKI, dan Gerakan Non-Blok, Majelis Umum PBB telah mengambil langkah menuju kemajuan perjuangan Palestina dan upaya perdamaian internasional.
Resolusi disahkan setelah 143 negara anggota PBB menyatakan mendukung. Sembilan negara menentang dan 25 lainnya abstain.
Sembilan negara yang menolak Palestina adalah Argentina, Republik Ceko, Hongaria, Israel, Mikronesia, Amerika Serikat, Papua Nugini, Nauru, dan Palau. Berikut alasan negara-negara di Pasifik tersebut menolak status anggota penuh Palestina.
Papua Nugini
Alasan perwakilan Papua Nugini menolak resolusi tersebut adalah lantaran tak memberikan solusi jangka panjang.
Perwakilan Papua Nugini menyatakan keprihatinannya mengenai tantangan serius perdamaian dan keamanan yang dihadapi Palestina dan Israel serta dampaknya yang lebih luas terhadap kawasan Timur Tengah dan sekitarnya.
“Setiap hak dan keistimewaan yang diberikan kepada pihak-pihak yang ingin menjadi anggota PBB dan kewajiban mereka yang timbul dari upaya tersebut harus diberikan dengan cara yang sepenuhnya sesuai dengan Piagam PBB,” kata perwakilan Papua Nugini dikutip dari press.un.org.
Ia menyatakan akan melepaskan diri dari pernyataan yang akan disampaikan Gerakan Non-Blok karena unsur-unsur di dalamnya tidak sejalan dengan posisi nasional negaranya.
Mikronesia, Palau, dan Nauru
Dilansir dari laman The National News, Kepulauan Mikronesia, Nauru, dan Palau adalah negara kepulauan kecil di Pasifik dan secara historis memiliki kesamaan suara dengan Amerika Serikat.
Pada 2010, misalnya, Mikronesia memberikan suara setuju dengan AS sebanyak 47 kali dan hanya berbeda pendapat sebanyak tiga kali.
Rekor perolehan suara di Palau setara dengan rekor perolehan suara di Amerika Serikat, yaitu sekitar 96,5 persen.
Richard Gowan, Direktur PBB untuk International Crisis Group, menunjukkan bahwa sejumlah sekutu AS mungkin tidak mendukung resolusi ini.
“Saya pikir perang yang berkepanjangan di Gaza telah mengubah suasana hati PBB secara keseluruhan mengenai perlunya mencapai solusi dua negara,” katanya kepada The National News.
Alasan tersebut senada dengan perwakilan Amerika Serikat. Saat sidang, perwakilan Amerika Serikat menyebutkan bahwa perdamaian berkelanjutan hanya dapat dicapai melalui solusi dua negara dengan jaminan keamanan Israel. Israel dan Palestina dapat hidup berdampingan dalam kebebasan dan martabat.
“Langkah-langkah sepihak di PBB dan di lapangan tidak akan mencapai tujuan ini,” kata perwakilan Amerika Serikat.
Karena itu, menurut Perwakilan Amerika Serikat, pilihan mereka tidak mencerminkan penolakan terhadap negara Palestina.
Namun, justru merupakan pengakuan bahwa status kenegaraan hanya akan tercapai melalui proses yang melibatkan negosiasi langsung antara para pihak.