Partai Keadilan Sejahtera (PKS) protes kepada pemerintah yang memaksa masyarakat ikut iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) melalui pemotongan gaji.
Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama mengatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada Pasal 15 ayat (5a) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat dan Pasal 14 ayat (4) huruf d yang diatur oleh Badan Pengelola Tapera.
Perbedaan tersebut kata Suryadi adalah dasar perhitungan untuk menentukan perkalian dan besaran Simpanan Peserta Pekerja Mandiri dihitung dari penghasilan yang dilaporkan.
Selain itu, pada Pasal 15 PP tersebut juga ada perbedaan juga dari PP sebelumnya PP Nomor 25 Tahun 2020, di mana dasar perhitungan untuk menentukan perkalian besaran Simpanan Peserta Pekerja, yaitu pekerja atau buruh BUMN, BUMD dan BUMDes serta badan usaha milik swasta sekarang sudah diatur oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
"Maka dari itu Fraksi PKS perlu memberikan beberapa catatan agar adanya aturan ini memberikan manfaat seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat," tuturnya di Jakarta, Selasa (28/5).
Dalam aturan tersebut, menurutnya, semua golongan kelas menengah yang memiliki rumah atau sudah telanjur membelinya atau dapat dari warisan orang tua, masih harus diwajibkan untuk ikut program ini.
"Namun dalam aturan PP Nomor 25/2020 yang sebelumnya disebutkan bagi Peserta non-MBR, maka uang pengembalian Simpanan dan hasil pemupukannya dapat diambil setelah kepesertaan Tapera-nya berakhir," katanya.
Dia menyarankan golongan kelas menengah tersebut dapat dibantu untuk bisa membeli properti yang produktif seperti misalnya ruko dan sebagainya. Sehingga dengan demikian akan semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas menengah.
"Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) tahun 2023, menyebutkan bahwa kebijakan ekonomi Jokowi saat ini lebih cenderung melupakan kelas menengah," ujarnya.