Misteri purnawirawan jenderal bintang empat berinisial B yang disebut-sebut beking megakorupsi timah Rp271 triliun yang digarap Kejaksaan Agung (Kejagung), terus menggelinding. Ada yang menyebut dia juga beking tambang nikel ilegal.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu melalui akun media sosial (medsos)-nya @msaid_didu mencuitkan begini. "Publik paham siapa inisial 'B' tersebut. Sudah lama yang bersangkutan 'atur bisnis timah dan nikel."
Informasi Jenderal 'B' ini viral pasca dugaan penguntitan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah oleh 3 anggota Densus 88 saat sedang makan malam di sebuah restoran di Jakarta Selatan.
Ada gerak-gerik mencurigakan dari tiga orang tersebut yang menggunakan alat untuk merekam Febrie.
Namun Polisi Militer (PM) yang mengawal Febrie berhasil menangkap salah satu anggota Densus 88.
Banyak spekulasi yang berkembang termasuk purnawiran jenderal bintang 4 yang juga eks Kapolri ini, masih punya akses ke anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Disebut-sebut, Jenderal 'B' ini dekat dengan Robert Bonosusatyo alias RBT alias RBS, pemilik PT Refined Bangka Tin (RBT) yang masuk pusaran korupsi PT Timah (Persero) Tbk. Dia diberikan posisi penting di PT RBT.
Dalam dugaan megakorupsi timah, penyidik Kejagung sempat memeriksa RBT alias RBS namun belum menetapkannya sebagai tersangka.
Koordinator Perkumpulan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, sempat mengirimkan surat somasi kepada Kejagung pada 28 Maret 2024. Lantaran, penyidik gedung bundar tak cepat menetapkan tersangka terhadap RBT.
Boyamin menduga RBT meminta crazy rich Helena Lim dan Harvey Moeis untuk memanipulasi uang hasil korupsi dengan modus Corporate Social Responsibility (CSR).
Selain itu, RBT diduga mendirikan dan mendanai sejumlah perusahaan untuk melakukan korupsi tambang timah.
Dengan kata lain, RBT patut diduga bertindak sebagai penerima manfaat (beneficial owner) dari perusahaan-perusahaan yang melakukan penambangan timah.