Media asing menyoroti iuran Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) di Indonesia.
Salah satunya Channel News Asia (CNA) dalam artikel khusus berjudul 'Indonesia's public housing savings rule sparks criticism as it seeks to cover more workers, including foreigners'.
Disorot bagaimana pekerja sektor swasta dan wiraswasta di Indonesia, kini harus menyumbangkan 3 persen dari gaji mereka ke Tapera. Ini pun termasuk para pekerja asing.
"Sebuah langkah tiba-tiba yang dilakukan pemerintah dan memicu kecaman luas," tulisnya dikutip Kamis (30/5/2024).
Diceritakan bagaimana Tapera sebenarnya sudah berlaku bagi pegawai negeri sipil (PNS) sejak 2016.
Namun Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah terbaru, Penerapan Tapera menjadi undang-undang pada tanggal 20 Mei, yang mengembalikan kebijakan versi sebelumnya mencakup pegawai negeri dan swasta.
"Kebijakan tersebut mewajibkan pekerja berusia 20 tahun ke atas, atau mereka yang sudah menikah, dan memperoleh upah minimal sebesar upah minimum untuk berpartisipasi dalam Tapera. Mereka meliputi PNS, TNI dan Polri, pegawai BUMN, pegawai swasta, dan warga negara asing yang bekerja di Indonesia minimal enam bulan," muatnya lagi.
"Upah minimum di Indonesia bervariasi antar wilayah; di Jakarta adalah Rp5.067.381 (US$315)," tambahnya.
"Berdasarkan kebijakan tersebut, pekerja akan memberikan kontribusi sebesar 2,5% dari gaji mereka, sementara pemberi kerja akan membayar 0,5% sisanya. Pekerja mandiri atau pekerja lepas akan menyumbang seluruh 3%," jelasnya.
"Sumbangan yang diberikan oleh para pekerja asing akan dikembalikan kepada mereka setelah mereka selesai bekerja dan meninggalkan Indonesia," muatnya lagi mengutip kata Wakil Komisioner Penggalangan Dana Tapera, Eko Arianto.
Laman Singapura itu kemudian menyebut bagaimana kebijakan baru ini mendapat tentangan dari banyak pihak.
Dikatakan bahwa bagi masyarakat Indonesia ini sebagai pemotongan paksa terhadap gaji bulanan mereka selain pajak yang harus mereka bayar.
"Tagar #Tapera menjadi trending di platform X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, setelah pemberitaan minggu ini," muatnya lagi.
Sumber dari warga lokal juga dimuat media itu, seorang penerjemah lokal yang bernama Muhammad Gilang Toni.
Ia dikatakan frustrasi dan bingung atas peraturan tersebut dan tidak senang karena pekerja lepas berpenghasilan rendah seperti dia harus berkontribusi.
"Sebagai pekerja lepas, saya sudah terbebani dengan iuran untuk jaminan kesehatan sosial (BPJS), jaminan sosial (BPJS TK), dan tabungan saya sendiri untuk perumahan," muat CNA menyebut pria itu tinggal di sebuah rumah kontrakan di Jakarta, seraya berujar ingin pemerintah mengungkapkan lebih banyak informasi tentang Tapera termasuk skema pembiayaan dan pilihan perumahan.
Dikatakan pula bagaimana Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menentang dimasukkannya pekerja sektor swasta oleh Tapera. Langkah ini "membebani" baik bagi dunia usaha maupun pekerja.
"Meskipun asosiasi ini mendukung peningkatan akses terhadap perumahan bagi para pekerja, mereka menyarankan untuk mengambil dana jaminan sosial dan jaminan hari tua dari pemerintah yang sudah disumbangkan oleh para pekerja," muat CNA lagi.