Pada 8 Mei 2024, naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol ditetapkan UNESCO sebagai Memory of the World (MoW) for Asia and the Pacific.
Penyerahan sertifikat untuk naskah ini dilakukan oleh pemimpin Memory of the World Regional Committee for Asia and the Pacific (MOWCAP), Kwibae Kim kepada Kepala Arsip Nasional, Imam Gunarto.
Penyerahan juga didampingi oleh Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Mariana Ginting di Ulaan Baatar, Mongolia.
“Naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol merupakan salah satu catatan autentik yang ditulis oleh pribumi tentang ringkasan sejarah Perang Paderi dan Sumatera Barat pada abad ke-19,” ujar Pustakawan ahli pertama Perpusnas, Aditia Gunawan, pada 9 Mei 2024, seperti dikutip Antara.
Manuskrip Tombo Tuanku Imam Bonjol ditulis oleh Naali Sutan Chaniago, putra Tuanku Imam Bonjol.
Penulisan naskah ini dilakukan oleh Naali semasa pengasingannya di Manado pada 1841.
Keberadaan naskah Tuanku Imam Bonjol pertama kali dilaporkan Ph. S. van Ronkel melalui artikelnya berjudul “Inlandsche getuigenissen aangaande de Padri-oorlog” (Kesaksian Pribumi mengenai Perang Paderi) dalam jurnal De Indische Gids 37 (II) (1915): 1099-1119, 1243-59.
Van Ronkel juga menyebutkan, ia telah menyalin satu naskah berjudul "Tambo Anak Tuanku Imam" yang tebalnya 318 halaman.
Menurut Dosen Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas (Unand), Pramono, setelah dibawa Naali Sutan Caniago, naskah tersebut disimpan oleh ahli waris Tuanku Imam Bonjol di Kampung Caniago, Kabupaten Pasaman.
Lalu, pada 27 April 1983, naskah tersebut diserahkan oleh ahli waris kepada pemerintah Provinsi Sumatra Barat.
Namun, naskah Tuanku Imam Bonjol pernah tidak diketahui keberadaannya selama 23 tahun setelah dipamerkan pada Festival Istiqlal di Jakarta pada 1991.
Kisah dalam Naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol
Naskah itu menceritakan peristiwa sejarah di Minangkabau pada abad ke-19 dan dianggap sebagai autobiografi Melayu pertama dalam pengertian modern.
Menurut pustakawan Aditia Gunawan, naskah itu menyajikan narasi global pergerakan Islam Timur Tengah dan Asia Tenggara pada abad ke-18 hingga abad ke-19.
“Naskah ini menyoroti peran aktif perempuan, sebuah ciri yang didukung oleh latar belakang budaya Minangkabau dengan kekerabatan matrilinealnya,” kata Aditia.
Naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol juga menceritakan refleksi pribadi Tuanku Imam Bonjol tentang pengorbanan dan efek perang yang berkepanjangan selama 34 tahun.
Tuanku Imam Bonjol mengekspresikan penyesalan yang dalam kepada pengikutnya. Penyesalan ini melahirkan pertanyaan dalam dirinya, seperti “Apakah ada banyak aturan di dalam Al-Quran yang telah dilanggar selama perang tersebut?”.
Sejarawan dan dosen Unand, Gusti Asnan menambahkan, naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol berisikan tentang sejarah panjang kemerdekaan Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Keberadaan naskah kuno ini penting karena pada masa Perang Padri informasi di masyarakat didominasi sumber dari pemerintahan Hindia Belanda.