Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) memastikan, perjalanan dinas dirinya dalam rangka kebutuhan pertanian dalam negeri. Ia pun menegaskan, perjalanan dinas itu telah disepakati oleh semua menteri di Kabinet Indonesia Maju.
"Ini berkaitan dengan urusan pertanian, urusan makan Indonesia, di mana membahas soal makanan semua aspek dalam kehidupan bangsa ini, memang apa yang dilakukan, apalagi untuk perjalanan dinas itu disepakati dalam kabinet, oleh semua menteri untuk melakukan diskresi," kata SYL saat menanggapi kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/5).
SYL menjelaskan, suasana perekonomian Indonesia mencekam dalam tiga tahun terakhir, karena sempat diterpa Covid-19. Namun, ia menyatakan bahwa pertanian Indonesia tetap bisa bertahan di tengah perekonomian yang tidak pasti.
"Itu suasana mencekam, ekonomi terancam dan 3 tahun yang tumbuh hanya Kementerian Pertanian, 18,2 persen. Yang lain minus," ucap SYL.
Dalam persidangan, terungkap sejumlah pegawai dan pejabat Kementan mengaku terpaksa harus memenuhi sejumlah permintaan SYL. Banyak dari permintaan itu merupakan kebutuhan pribadi SYL dan tidak dianggarkan dalam dana operasional menteri.
Para pejabat eselon I Kementan pun turut patungan yang kemudian disebut dengan uang sharing. Hal itu dilakukan agar permintaan SYL terpenuhi.
Syahrul Yasin Limpo didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi. Adapun pemerasan yang diduga diterima Syahrul Yasin Limpo sebesar Rp 44.546.079.044 atau Rp 44,54 miliar.
SYL juga menerima gratifikasi sebesar Rp 40.647.444.494 atau Rp 40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Tindak pidana pemerasan ini dilakukan SYL bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta, yang dilakukan sepanjang 2020-2023.
Dalam penerimaan pemungutan uang ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Syahrul Yasin Limpo bersama-sama dengan Kasdi dan Muhammad Hatta didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 40.647.444.494 atau Rp 40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Dalam penerimaan gratifikasi ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.