Presiden terpilih, Prabowo Subianto, mengubah nama program makan siang gratis menjadi makan bergizi gratis.
Juru bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan perubahan nomenklatur program makan siang gratis dimaksudkan agar lebih bermakna.
“Jadi tentu yang ingin disediakan Pak Prabowo itu bukan hanya sekadar ‘makan’, namun makan yang bergizi dan gratis,” kata Dahnil dalam pesan video yang diterima Tempo, Sabtu, 25 Mei 2024.
Program makan siang gratis merupakan salah satu program unggulan pasangan Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024. Program ini sejak awal dicetuskan telah menuai kritik dari sejumlah pihak.
Berikut sederet kritik program makan siang gratis yang kini istilahnya diubah menjadi makan bergizi gratis.
- Skema masih buram
Ekonom senior dari Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri, mengkritisi program makan siang gratis. Faisal meragukan anggaran Rp 15 ribu per anak yang direncanakan.
"Rp 15 ribu di Jakarta dan Jogja, beda. Beda wilayah, beda harga. Masak mau dipukul rata semua," kata Faisal di Gedung Tempo, Senin, 4 Maret 2024. "Grand design-nya masih acak-acakan. Masih buram."
Faisal juga menyebut program makan siang gratis ini terkesan sentralistik untuk seluruh Indonesia. Padahal, setiap wilayah memiliki karakteristik berbeda.
Biasanya, di daerah juga ada pangan lokal yang biasa dikonsumsi masyarakat. Di sisi lain, penentuan menu ini juga belum jelas.
2. Membebani postur APBN
Dikutip dari Koran Tempo edisi Rabu 28 Februari 2024, program makan siang yang diperkirakan menyedot dana Rp 450 triliun per tahun ini akan membebani postur APBN 2025.
Kebutuhan dana dalam jumlah besar tersebut diprediksi mengorbankan anggaran lain dari program perlindungan sosial.
“Kalau anggaran makan siang dan susu gratis tersebut diambil dari program sosial, seperti BBM dan listrik, tingkat kemiskinan diperkirakan meningkat,” kata Anthony Budiawan, Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Selasa, 27 Februari 2024.
3. Beban belanja pemerintah sudah membludak
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono, mengatakan program makan siang sangat berat untuk ditanggung APBN 2025.
Sebagai anggaran transisi, APBN 2025 juga harus mengakomodasi warisan proyek Presiden Joko Widodo, seperti Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) dan proyek strategi nasional (PSN) yang belum selesai.
Yusuf juga menjelaskan bahwa saat ini belanja pemerintah pusat telah dipenuhi beban belanja terkait gaji aparatur sipil negara, transfer ke daerah, dan pembayaran utang pemerintah.
Ia mengatakan belanja pemerintah pusat yang terbesar adalah belanja pegawai rata-rata sekitar 21,3 persen dari total belanja. Selain itu, belanja barang sekitar 21,1 persen, dan pembayaran bunga utang sekitar 17,7 persen dari total belanja.