Warga Negara Asing (WNA) asal China melakukan aktivitas pertambangan emas bawah tanah ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat, Indonesia.
Berdasarkan temuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Korwas PPNS Bareskrim Polri aktivitas pertambangan ilegal itu telah melubangi tanah Ketapang sedalam 1.648,3 meter.
Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi menyebutkan modus yang digunakan oleh pelaku untuk melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel pada wilayah tambang yang berizin.
Dia mengatakan lubang di lokasi tambang tersebut seharusnya dilakukan pemeliharaan namun justru dimanfaatkan penambangannya secara ilegal.
"Setelah dilakukan pengukuran oleh surveyor yang kompeten ditemukan kemajuan lubang tambang dengan total panjang 1.648,3 meter dengan volume 4.467,2 meter kubik," ucap Sunindyo dalam Konferensi Pers, dikutip Minggu (19/5/2024).
Peara pelaku menambang dan melakukan pemurnian emas di lubang tambang tersebut. Setelah itu, baru dibawa keluar dan dijual dalam bentuk ore atau bijih maupun bullion emas.
Sejumlah peralatan yang ditemukan pada area penambangan ilegal tersebut di antaranya seperti alat ketok atau labelling, saringan emas, cetakan emas, dan induction smelting. Adapula alat berat seperti lower loader dan dump truck listrik
Sunindyo mengungkapkan aktivitas penambangan ilegal tersebut dilakukan oleh Warga Negara Asing (WNA) asal China dengan inisial YH yang saat ini sudah ditetapkan statusnya sebagai tersangka.
"Sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 dengan ancaman hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar dan perkara ini juga sedang dikembangkan menjadi perkara pidana dalam undang-undang selain Undang-undang Minerba," ungkapnya.
Penyelidikan terhadap kasus penambangan ilegal itu masih memperhitungkan besaran potensi kerugian negara.
"Kerugian negara akibat kegiatan tambang ilegal ini masih dalam perhitungan dari lembaga terkait yang memiliki kompetensi untuk menghitung kerugian negara," tandasnya.