Sejumlah orang dilaporkan melakukan penambangan ilegal emas di Ketapang, Kalimantan Barat. Yakni oleh warga China berinisil YH dan komplotannya yang menambang hingga lebih dari 1.600-an meter.
Menurut Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi, YH dan kelompoknya telah menambang hingga 1.648,3 meter. Letaknya dia menjelaskan berada WIUP yang belum memiliki persetujuan RKAB produksi 2024-2026.
Sunindyo menambahkan hingga sekarang masih diselidiki berapa banyak konsentrat yang dilakukan serta kerugian negara akibat aktivitas ilegal tersebut.
"Terkait kerugian negara masih di dalami penyidik terhadap tersangka YH dan termasuk berkonsultasi dengan lembaga yang kompeten untuk melakukan perhitungan terhadap kerugian negara," ungkap Sunindyo.
Penyelidikan juga dilakukan terkait lama aktivitas tambang yang dilakukan warga China tersebut. "Untuk kesimpulan lama aktfitas tambang ilegal tersebut masih di dalami penyidik berdasarkan temuan bukti di lapangan dan pemeriksaan tersangka YH," terang Sunindyo.
Aksi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan ,ubang tambang yang berizin untuk pemeliharaan. Namun YH dan komplotannya melakukan penambangan ilegal di sana.
Berikutnya, para pelaku membawa hasil tambangnya keluar dan menjual dalam bentuk bullion emas.
"Hasil kejahatan tersebut ya dilakukan pemurnian dan kemudian di bawah keluar dari terowongan tersebut dan kemudian dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas," ujar Sunindyo dalam sebuah konferensi pers beberapa waktu lalu.
Di dalam penambangan ilegal itu ditemukan berbagai peralatan seperti alat ketok atau labelling, saringan emas, cetakan emas, dan induction smelting. Selain itu juga ada lower leader dan dump truck listrik.
Aksi tersebut, Sunindyo memastikan tersangka melakukan penambangan tanpa izin. Mereka terancam hukuman 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 miliar sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2020.
"Sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 dengan ancaman hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar dan perkara ini juga sedang dikembangkan menjadi perkara pidana dalam undang-undang selain Undang-undang Minerba," ungkapnya