Amerika Serikat (AS) mendapat informasi dari pejabat Israel tentang pembantaian yang dilakukan tentara pendudukan Israel di tenda-tenda pengungsi di Kota Rafah yang membunuh 45 warga Palestina pada Minggu (26/5/2024) dini hari.
Israel berdalih serangannya tidak sengaja menghantam tangki bahan bakar di kamp Tal Al-Sultan yang mengakibatkan kebakaran besar di wilayah tersebut.
"Pecahan peluru atau benda lain akibat serangan tersebut menyebabkan tangki bahan bakar terbakar," kata pejabat AS kepada ABC, Selasa (28/5/2024).
Pejabat itu mencatat bahwa tangki tersebut berjarak 100 meter dari lokasi serangan.
Ia mengatakan tangki bahan bakar menyala, lalu menyebabkan kebakaran besar yang menghancurkan tenda-tenda pengungsi.
Namun, AS tidak bisa mengonfirmasi informasi tersebut.
"Amerika Serikat tidak memiliki informasi apa pun untuk mengonfirmasi atau membantah (cerita Israel)," lanjutnya.
Saat ini, kata pejabat itu, AS sedang dalam proses memahami apa yang terjadi dan menunggu Israel melakukan penyelidikan dan menentukan tindakan yang akan diambil nanti.
Menurutnya, serangan besar itu bukanlah garis merah bagi AS terhadap Israel.
"Amerika Serikat tidak melihat apa yang terjadi di Rafah sebagai serangan darat besar-besaran, seperti yang telah berulang kali diperingatkan oleh AS," tambahnya.
Tentara pendudukan Israel mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki serangan itu dan mengklaim bahwa hal itu tidak menunjukkan adanya warga sipil yang terbunuh.
Sebaliknya, pemerintahan Presiden AS Joe Biden meminta Israel untuk mengambil semua tindakan pencegahan yang diperlukan untuk melindungi warga sipil, setelah serangan yang menewaskan 45 orang tersebut.
Sementara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menggambarkan serangan itu sebagai insiden tragis dan menyerukan penyelidikan.
Beberapa pemimpin negara mengecam Israel atas serangan itu, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengatakan bahwa serangan Israel itu menunjukkan bahwa tidak ada wilayah aman di Rafah bagi warga sipil Palestina.
Jumlah Korban
Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 36.050 jiwa dan 81.026 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Senin (27/5/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, seperti dilaporkan Anadolu.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).
Israel memperkirakan, kurang lebih ada 136 sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Sementara itu, lebih dari 8.000 warga Palestina yang masih berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan The Guardian pada Desember 2023 lalu.