Sosok Ibu Negara Indonesia ke-8 yang akan menjabat selama lima tahun ke depan, kini menjadi sorotan.
Pasalnya, Prabowo Subianto yang dinyatakan sebagai Presiden Indonesia Terpilih 2024-2029 berstatus lajang setelah bercerai dengan putri Mantan Presiden Soeharto, Siti Hediati Harjadi alias Titiek Soeharto.
Sempat muncul desakan agar Prabowo rujuk dengan Titiek Soeharto sehingga Presiden ke-8 itu ada pendampingnya.
Desakan rujuk itu sudah digemborkan sejak pasangan Prabowo-Gibran memulai kampanye.
Desakan ini semakin kuat setelah melihat kebersamaan keduanya yang tampak mesra di momen-momen penting seperti pengumuman kemenangan hingga penetapan presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Bahkan, terbaru tangan Prabowo dan Titiek disatukan oleh adik Ibu Tien Soeharto, Siti Hardjati di momen ulang tahunnya pada Kamis (25/4/2025).
Meski demikian, Titiek sendiri belum memberikan jawaban saat ditanya hal ini.
Saat wartawan menanyakan apakah dia bersedia mendampingi Prabowo yang kini sebagai Presiden, Titiek Soeharto hanya terlihat tersipu malu sembari masuk ke dalam mobilnya.
Seperti diketahui, Titiek pernah menikah dengan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto pada 1983 silam.
Keduanya dikaruniai seorang putra yakni Didit Hediprasetyo yang kini berprofesi sebagai perancang busana internasional.
Lalu, seberapa penting Ibu Negara?
Sejarawan Bonnie menilai penting atau tidaknya sosok Ibu Negara tidak lepas dari kondisi negara Indonesia.
Ia mengatakan negara demokrasi yang sudah 'settle', peran Ibu Negara tidak lebih dari istri presiden.
"Dia bukan permaisuri dalam arti monarki yang feodalistik, dia juga bukan orang yang secara formal punya peran khusus, kecuali mendampingi presiden," katanya ditkutip dari wawancara dengan ABC Radio Australia.
"Tapi kalau misalkan di negara yang semakin demokratis, semakin terbuka sistemnya, semakin akuntabel sistem politiknya, sebenarnya ibu negara itu ada batasan perannya juga."
Namun di Indonesia, yang menurutnya merupakan negara demokrasi yang "prosedural" dengan struktur masyarakat semi-feodal, dan pola pikir yang mayoritas tradisional, keberadaan ibu negara "akan sangat berpengaruh."
Sementara itu, Peneliti BRIN Dr Athiqah Nur Alami, akrab disapa Tika, mengatakan menurut catatan sejarah, keberadaan ibu negara bagaikan "pilar" bagi para presiden yang sempat memimpin Indonesia.
Seperti misalnya Soeharto, yang sejak meninggalnya Tien pada tahun 1996 mulai tergoncang, ditambah dengan adanya krisis moneter.
"Beberapa orang menyebut [ibu negara] berperan signifikan … dan itu terlihat ketika Ibu Tien berpulang," ujarnya.
"Pak Harto kemudian goyang dari sisi pemerintahan dan yang lain … itu menunjukkan bahwa ada satu pilar yang mungkin bisa membuatnya goyah."
Contoh lain juga ia lihat pada Mantan Presiden B.J. Habibie dan Susilo Bambang Yudhoyono yang mengalami kesedihan mendalam setelah istri mereka tutup usia.
Akankah Indonesia tanpa Ibu Negara? Bagaimana Peluang Selvi Ananda?
Belum rujuknya Prabowo dan Titiek Soeharto memunculkan kekhawatiran tidak adanya ibu negara,
Tika mengatakan presiden memerintah tanpa ibu negara tidaklah menjadi soal.
"Tidak ada aturan resmi yang mensyaratkan bahwa presiden harus didampingi Ibu Negara," katanya.
"Yang ada presiden didampingi wakil presiden dan menteri. Jadi kalau dibilang harus ada ya enggak harus."
Namun ia menilai sebagai konsekuensi, akan ada peran sosial ibu negara yang hilang.
"Dalam konteks sosial budaya, artinya sosial kemasyarakatan dalam konteks Indonesia [ibu negara diperlukan] sebagai kekuatan penyeimbang," katanya.
"Biasanya laki-laki dilihat mungkin keras, punya personifikasi yang sulit dan enggak negotiable (bisa diajak bernegosiasi).
"Tapi ketika didampingi ibu negara bisa melembutkan 'hard lines' suami mereka."
Bonnie mengatakan pembicaraan tentang ibu negara dan Prabowo sudah ada sejak Pilpres tahun 2014.
"Masyarakat kan semakin terbuka, tidak mempersoalkan ada atau tidaknya (ibu negara)," kata Bonnie.
"Zaman dan pikiran orang bisa berubah."
Apa mungkin Selvi Ananda istri Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka akan menyandang status Ibu Negara melanjutkan sang mertua Iriana Widodo?
Merujuk dari jurnal ilmiah berjudul KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN IBU NEGARA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA yang ditulis Dhikshita, Ida Bagus Gede Putra Agung, Landra, Putu Tuni Cakabawa dari Universitas Udayana Bali, Keberadaan ibu negara di Indonesia tidak diatur dalam sebuah peraturan khusus.
Keberadaan Ibu Negara tersirat dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 141 Tahun 1999 tentang Sekretariat Presiden dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2005 tentang Staf Khusus Presiden (Perpres).
Namun kedua pengaturan tersebut tidaklah tegas menyebutkan bagaimana kedudukan dan kewenangan ibu negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, sehingga mengakibatkan kekosongan norma terkait dengan kedudukan dan kewenangan ibu negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa belum ada aturan yang mengatur secara khusus mengenai keberadaan ibu negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Selama ini kedudukan dan kewenangan Ibu Negara merupakan suatu kelaziman yang terjadi dari masa ke masa pemerintahan Presiden di Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis apabila terjadi permasalahan dimana seorang Presiden tidak memiliki istri maka itu menjadi hak Presiden untuk menentukan siapa yang menjadi ibu negara.
Namun di sinilah seharusnya ada aturan khusus yang mengatur mengenai prosedur pengangkatan seorang Ibu negara ini agar transparan dan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang mengingat keberadaan Ibu Negara sangat penting bagi sistem ketatanegaraan.