Kesaksian Sri Mulyani tersebut, secara eksplisit, menyatakan bahwa pemerintah dapat menyesuaikan, atau mengubah, Belanja Negara kapan saja dan dalam kondisi apa saja, termasuk penyesuaian Belanja Negara pada awal tahun 2024.
Pernyataan Sri Mulyani ini jauh dari kebenaran. Sri Mulyani nampaknya dengan sengaja mengabaikan kalimat awal Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi: *Dalam hal perkiraan realisasi penerimaan negara tidak sesuai dengan target, …*
Terkesan Sri Mulyani sengaja memberi penjelasan yang tidak sesuai fakta, alias berbohong? Sangat mungkin.
Sebab, Pasal 28 ayat (1) seharusnya hanya, dan hanya, berlaku dalam hal realisasi penerimaan negara tidak sesuai dengan target, atau di bawah target. Dalam hal ini, penyesuaian atau tepatnya pemotongan Belanja Negara baru dapat dilakukan, baik dengan cara pemotongan secara otomatis _(penyesuaian otomatis)_ atau pemotongan per mata anggaran sesuai kebutuhan dan prioritas, termasuk pergeseran anggaran antarprogram.
Misalnya, pada tahun berjalan diperkirakan realisasi penerimaan negara hanya akan mencapai 90 persen dari target, atau kurang 10 persen, maka pemerintah menurut Pasal 28 ayat (1) huruf e dibolehkan memotong anggaran Kementerian/Lembaga masing-masing 10 persen, secara otomatis. Atau, dalam hal ada mata anggaran yang tidak bisa dipotong (karena diprioritaskan), misalnya anggaran pendidikan atau kesehatan, maka bisa dilakukan pergeseran antarprogram.
Oleh karena itu, _penyesuaian otomatis_ seharusnya tidak bisa dilakukan pada awal tahun, karena realisasi penerimaan negara belum dapat mencapai apakah akan sesuai target.
Penyesuaian otomatis_ yang dilakukan pada awal tahun sebenarnya mencerminkan suatu kondisi, bahwa ada pengeluaran atau belanja negara yang tidak ada anggarannya di dalam APBN, tetapi harus segera dikeluarkan/dibelanjakan (pada awal tahun).
Oleh karena itu, anggaran yang tidak ada dalam APBN tersebut harus diambil dari anggaran lain, salah satunya melalui _penyesuaian otomatis_. Hal mana, berarti terjadi penyimpangan kebijakan APBN, dan dapat diancam pidana penjara dan denda.
Selain itu, dalam menjawab pertanyaan Hakim Mahkamah Konstitusi Guntur Hamzah, apakah _automatic adjuster_ juga digunakan untuk Bansos, Sri Mulyani menegaskan bahwa dana dari _automatic adjuster_ tidak digunakan untuk Bansos. Sri Mulyani: “Nampaknya muncul persepsi bahwa _penyesuaian otomatis_ dilakukan untuk membiayai Bansos. Saya tegaskan tidak.”
Pernyataan Sri Mulyani ini sangat mengejutkan karena bertolak belakang dengan pengakuan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada awal Februari, seperti dimuat di berbagai media, antara lain:
Airlangga Hartarto Akui Ada Pemotongan Anggaran untuk Bansos
https://mediaindonesia.com/ekonomi/649298/airlangga-hartarto-akui-ada-pemotong anggaran-untuk-bansos
Airlangga Sebut Anggaran K/L Rp50,14 T yang Diblokir untuk Tambahan Bansos dan Subsidi Pupuk
https://www.kompas.tv/ekonomi/482934/airlangga-sebut-anggaran-kl-rp50-14-t-yang diblokir-untuk-tambahan-bansos-dan-subsidi-pupuk?page=all
Airlangga Blak-blakan soal Blokir Rp 50,14 Triliun Dana Kementerian untuk Tambah Bansos dan Subsidi Pupuk
https://bisnis.tempo.co/read/1830203/airlangga-blak-blakan-soal-blokir-rp-5014-triliun-dana kementerian-untuk-tambah-bansos-dan-subsidi-pupuk
Dalam hal ini, sulit terbantahkan, Sri Mulyani telah memberikan pernyataan tidak jujur. Sri Mulyani terindikasi telah berbohong di hadapan Mahkamah Konstitusi dan di hadapan masyarakat Indonesia.
Karena, _automatic adjuster_ juga digunakan untuk Bansos bukan lagi sebuah persepsi seperti yang disampaikan Sri Mulyani, tetapi merupakan sebuah fakta nyata, seperti pengakuan Airlangga Hartarto secara terbuka di berbagai media.
—- 000 —-