Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus, buka suara terkait kasus dugaan ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China yang statusnya telah dinaikkan menjadi tahap penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus yang terjadi sejak Januari 2020 hingga Juni 2022 itu dinilai terlalu alot dalam pengusutannya. Ia menduga ada becking yang teramat kuat sehingga kasus ini belum menemui titik terangnya.
"Sangat logis bahwa persoalan ini berlangsung lama dan aman-aman saja karena melibatkan "orang-orang besar" sehingga tidak ada upaya penegakan hukum yang sistematis," kata Deddy saat berbincang, Sabtu (13/4/2024).
Menurutnya ada kemungkinan aparat penegak hukum yang bermain dalam kasus ekspor ilegal tersebut.
Bahkan kata dia, tak menutup kemungkinan adanya orang dalam istana yang juga ikut bermain sehingga kasus ini lama ditangani oleh KPK.
"Apakah melibatkan orang-orang terkait istana atau bukan, saya tidak bisa berspekulasi. Biarlah nanti KPK yang telusuri, itupun kalau memang mereka mau," ujarnya.
Lebih lanjut, Politikus PDI Perjuangan itu mengaku ragu jika kasus ini akan benar-benar terungkap seutuhnya.
Sebab ada becking yang selalu melindungi kasus ini agar tak terungkap ke hadapan publik.
"Saya ragu kalau masalah ini bisa terang benderang dan menyentuh para backing yang melindungi praktek kotor itu," pungkasnya.
Sebelumnya, Juru bicara KPK Ali Fikri, membenarkan bahwa kasus dugaan ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China tersebut saat ini sudah dalam tahap penyelidikan.
"Materi penyelidikan terkait dengan ini (ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China) tentu tidak bisa kami sampaikan," kata Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/2) lalu.
Adapun nilai kerugian negara terhadap kasus ini ditaksir mencapai Rp575 miliar sejak Januari 2020 hingga Juni 2022.
Sedangkan sumber bijih nikel yang diduga diekspor secara ilegal itu diduga berasal dari Sulawesi dan Maluku Utara (Malut).