Israel sedang menyiapkan invasi baru ke daerah Rafah yang dihuni sekitar 1,4 juta pengungsi. Aksi sadis ini memunculkan kekhawatiran baru bagi banyak pemimpin dunia mengingat potensi korban akibat serangan Israel akan lebih besar lagi. Namun sepertinya Israel tidak akan dengan mudah bisa menguasai Rafah. Hamas tengah menyiapkan jebakan maut.
Mantan pasukan pendudukan Israel, Mayor Jenderal, Israel Ziv, membahas kemungkinan invasi darat di Rafah dalam pernyataan pers. Namun ia juga menyebut Hamas sedang bersiap melakukan penyergapan strategis untuk Pasukan Pendudukan Israel (IOF) yang akan menjadi bencana bagi Israel.
Ia menambahkan bahwa invasi Rafah mempunyai risiko yang tinggi, lebih tinggi dibandingkan semua yang dilakukan IOF di Gaza, mengingat fakta bahwa Rafah adalah wilayah yang paling berbahaya. Tempat ini yang sangat ramai dan sulit untuk ditaklukan serta kemungkinan reaksi keras dari banyak negara.
Faksi-faksi Perlawanan Palestina menegaskan dalam pernyataan bersama pada tanggal 25 April mengungkapkan kesiapannya menghadapi segala skenario yang mungkin terjadi dalam agresi Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, termasuk invasi darat ke Rafah, kota paling selatan di wilayah yang terkepung.
Dalam pernyataannya, faksi-faksi tersebut menekankan bahwa mereka tidak akan tinggal diam, karena semua opsi [untuk eskalasi] sudah dibahas, memperingatkan akan konsekuensi bencana dan kemanusiaan dari setiap agresi darat di Rafah, yang menampung lebih dari 1,4 juta pengungsi.
Faksi-faksi Palestina menganggap pemerintahan Presiden AS Joe Biden dan pemerintah Barat bertanggung jawab penuh atas invasi Israel ke Rafah. Hal ini mengingat dukungan Barat terhadap Israel terus berlanjut meskipun negara yang dicap zionis ini melanggar berbagai konvensi dan hukum internasional.
Dalam konteks yang sama, faksi-faksi tersebut meminta massa Palestina di kota-kota Tepi Barat untuk bangkit sebagai protes terhadap ancaman Israel untuk menyerang Rafah. “Kami menyerukan kepada rakyat kami untuk mengubah Tepi Barat menjadi bola api di hadapan pemukim dan tentara Israel,” desak pernyataan itu.
Lebih lanjut, faksi-faksi Palestina menegaskan bahwa perang genosida Israel tidak akan mengembalikan kekuatan militer pendudukan yang kalah. Mereka juga memperingatkan adanya eskalasi dan ledakan menyeluruh yang akan mempengaruhi kawasan dan mengancam keamanan nasional, khususnya keamanan nasional Mesir jika terjadi invasi ke Rafah, yang berbatasan dengan Mesir dilakukan.
Mengenai masalah yang sama, Ismail Haniyeh, kepala Biro Politik Hamas, menegaskan bahwa "sikap Washington [terkait masalah ini] menipu" dan bahwa orang-orang Palestina "tidak jatuh ke dalam perangkap" baik Amerika dan Israel.
Haniyeh menekankan, dalam sebuah wawancara untuk Anadolu Agency Turki pada tanggal 21 April, bahwa “jika musuh memutuskan untuk pergi ke Rafah, rakyat kami tidak akan mengibarkan bendera putih, dan perlawanan siap untuk mempertahankan diri.”
Siap Hadapi Konfrontasi
Sementara itu masih mengutip Al Mayadeen Net, Kepala Departemen Hubungan Luar Negeri Hamas Ali Baraka, menekankan, Brigade Rafah memang belum terlibat dalam perang yang sedang berlangsung, namun mereka siap menghadapi potensi konfrontasi.
Brigade Rafah akan memanfaatkan pengalaman yang diperoleh dari pertempuran sebelumnya. Dia memperingatkan bahwa setiap invasi Israel ke Rafah akan mengakibatkan kerugian besar dalam hal personel dan aset militer.
Mengomentari perang terowongan, Baraka menegaskan bahwa IOF tidak dapat masuk dan bertindak ofensif di dalam jaringan terowongan Hamas. Dia lebih lanjut merinci bahwa para pejuang Palestina menggunakan terowongan tersebut untuk melakukan operasi, dengan jaringan yang tersebar di bawah tanah dari Utara ke Selatan, memastikan bahwa musuh terkejut dengan persenjataan Palestina.
Pejabat tinggi Hamas mengatakan bahwa musuh mengalami dua kejutan dalam pertempuran yang sedang berlangsung ini. Yang pertama terjadi pada 7 Oktober, dan beberapa hari lalu terjadi pengunduran diri Aharon Haliva, Kepala Direktorat Intelijen Militer Israel Aman, yang mengakui kegagalannya mengantisipasi serangan diam-diam Hamas ke wilayah Israel. Kejutan kedua adalah kekuatan tak terduga yang ditunjukkan oleh pasukan perlawanan dalam pertempuran darat.
Mengenai kemampuan militer Hamas, Baraka menegaskan bahwa Perlawanan Palestina telah beralih ke manufaktur lokal dan telah memanfaatkan waktu secara efektif. “Selama 10 tahun terakhir, persiapan telah dilakukan untuk pertempuran ini, dan perlawanan mendapat manfaat dari pengalaman sekutu di Suriah dan Iran, yang membantu dalam transfer teknologi militer,” tegasnya.