Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengaku menjadi khawatir usai mendengarkan pernyataan dari saksi ahli Prabowo-Gibran soal kewenangan MK dalam memutus sidang sengketa Pilpres 2024.
Hal ini yang kemudian ditanyakan Amir kepada saksi Prabowo-Gibran yang merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Aminuddin Ilmar.
“Jadi, saya tergelitik ini. Lha, saya kemudian menjadi takut, ini saya sebagai hakim konstitusi loh, kalau saya menyalahgunakan kewenangan kalau saya bergeser dari kutub yang sini, ke sini. Lah ini bagaimana komentar Prof Aminuddin?,” ujar Arief di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2024).
Aminuddin Ilmar dalam penjelasaannya, mengingatkan agar hakim MK dalam mengambil putusan tidak keluar dari sengketa PHPU Pilpres, jika tidak mau dianggap melampaui kewenangan.
“Dari sisi di sini itu masih halus, tapi kemudian diteruskan ‘sebagaimana dijelaskan dalam konsep hukum administrasi pemerintahan — memang cor bisnisnya Prof Aminuddin di bidang hukum administrasi pemerintahan kalau saya lihat CV — bahwa perbuatan atau tindakan di luar apa yang menjadi kewenangan tersebut sebagai tindakan atau perbuatan yang melampaui kewengangan,” tutur Arief.
Lebih anehnya, lanjut Arief, Aminuddin mengatakan bahwa hal itu tidak sesuai dwngan asas kepastian hukum dan asas legalitas konsep negara hukum yang demokratis.
Menanggapi itu, Aminuddin menegaskan bahwa tak masalah jika sepanjang ini MK memutuskan sesuai dengan persoalan PHPU yang ada.
“Seperti yang saya katakan tadi bahwa manakala misalnya Mahkamah menemukan ada hal dari hasil perolehan suara itu, yang kemudian tidak tergambarkan, ya tetap kaitannya dengan perselisihan. Bukan di luar dari koridor sama sekali dengan hal itu,” kata Aminuddin.
Sebelumnya, ia menyoroti peran MK dalam melakukan penilaian terhadap PHPU, yang menurut Aminuddin MK juga akan melihat dan menilai apakah ada indikasi kecurangan dan pelanggaran Pemilu.
Selain itu, Aminuddin juga mengatakan bahwa MK pasti akan menilai penetapan hasil perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) apakah sudah sesuai fakta atau tidak.
“Pembatasan demikian tentu saja pada akhirnya akan menutup kemungkinan bagi Mahkamah sendiri untuk melakukan penilaian di luar dari kewenangannya tersebut,” kata Aminuddin di ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2024).
“Ahli berpendapat dan berpendirian bahwa perlu Mahkamah dengan cermat dan hati-hati serta bijaksana di dalam memutus terhadap PHPU di luar dari apa yang menjadi kewenangannya,” ujarnya menegaskan.