Franz Von Magnis atau yang dikenal sebagai Romo Magnis menjadi Ahli yang dihadirkan pihak tim hukum Ganjar-Mahfud (03) sebagai ahli dalam sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (02/04/24).
Dalam pemaparannya, Romo Magnis menyebutkan pelanggaran-pelanggaran etika berat yang terjadi dalam pemilu/pilpres 2024. Salah satu yang ia singgung adalah soal nepotisme kekuasaan.
Ia menegaskan apabila pemegang kekuasaan tidak menjalankan tugasnya yakni untuk hidup rakyat seluruhnya tetapi justru hanya untuk kepentingan keluarganya sendiri, maka ini adalah sebuah pelanggaran.
“Jika seorang presiden memakai kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh bangsanya untuk menguntungkan keluarganya sendiri itu amat memalukan karena membuktikan ia tidak memiliki wawasan seorang presiden, hidupku 100 persen untuk rakyat melainkan hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya,” jelasnya.
Romo Magnis juga menjelaskan soal keterkaitan etika dan kekuasaan di mana menurutnya sebagai seorang penguasa, presiden harus punya kesadaran etika bahwa tanggung jawabnya adalah untuk seluruh rakyat.
Artinya seorang presiden harus bisa mengesampingkan kepentingan pribadi dan keluarganya untuk kepentingan rakyat seluruhnya.
“Presiden adalah penguasa atas seluruh masyarakat, oleh karena itu ada hal khusus yang dituntut daripadanya dari sudut etika.
Pertama, ia arus menunjukkan kesadaran bahwa yang jadi tanggung jawabnya adalah keselamatan seluruh bangsa, segala kesan misalnya bahwa ia memakai kekuasaan demi keuntungan sendiri atau keluarganya adalah fatal.
Maka seorang presiden harus jadi milik semua atau misalnya bukan hanya milik mereka yang memilih.
Kalau misalnya ia berasal dari satu partai, begitu dia jadi presiden segala tindakannya harus demi keselamatan semua, memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip dengan pimpinan organisasi mafia,” jelasnya.