Pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN terus mendapat perhatian dari sejumlah lembaga penelitian.
Hal tersebut lantaran adanya dampak deforestasi yang terjadi akibat pembangunan ibukota baru Indonesia tersebut.
Salah satunya, perubahan iklim dan pemanasan global diprediksi akan berdampak parah di Pulau Kalimantan.
Temuan kajian BRIN, Greenpeace dan Walhi soal deforestrasi Kalimantan
1. Temuan kajian BRIN: Kekeringan ekstrem di Pulau Kalimantan hingga 2033
Peneliti Klimatologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, Erma Yulihastin, mengeluarkan kajian ihwal kekeringan ekstrem yang berpotensi melanda sebagian besar Pulau Kalimantan hingga 2033 mendatang.
Kajian ini didapatkan Erma melalui pemodelan studi yang dilakukannya, dengan memantau kondisi iklim dan aspek klimatologi di daerah tersebut.
Wilayah yang paling terdampak risiko kekeringan ekstrem, menurut Erma, adalah Provinsi Kalimantan Timur yang kini sudah menjadi Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara.
Dia menegaskan supaya pemerintah memperhatikan kajian soal kekeringan ekstrem itu, supaya dampak lebih besar di kemudian hari bisa diatasi sedari dini.
2. Greenpeace sebut hutan dan DAS di Pulau Kalimantan sebagian besar telah rusak
Temuan kajian BRIN soal kekeringan ekstrem di Kalimantan juga mendapat respons dari Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik.
Ia membenarkan bahwa sebagian besar wilayah di Pulau Kalimantan sudah habis dibabat hutannya dan daerah aliran sungai atau DAS di wilayah itu terkendala serta rusak.
"Saya sepakat dengan hasil kajian yang disampaikan (peneliti BRIN Erma Yulihastin), dari dulu memang kami sudah melihat dan meriset juga jejak deforestasi di Pulau Kalimantan. Mayoritas hutan di sana sudah habis dibabat untuk pertambangan batu bara," kata Iqbal saat dihubungi, Selasa, 19 Maret 2024.
Dampak bekas lokasi penambangan sangat terasa, kata Iqbal. Hutan yang sebelumnya digundulkan untuk berdirinya industri proyek itu tak akan bisa lagi tumbuh dengan cepat. Upaya reklamasi yang diklaim sebagai solusi pun, menurut Iqbal, tampak sia-sia untuk waktu dekat.
"Bekas galian tambang batu bara membuat tanah susah untuk subur. Solusinya bisa dengan reklamasi, tapi waktu untuk mengembalikannya seperti sedia kala tidak akan mudah dan perlu bertahun-tahun lamanya," ucap Iqbal.
3. Walhi peringatkan pembangunan IKN akan memperbesar deforestasi
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia juga telah memberikan peringatan terkait penyusutan hutan di IKN.
“Pembangunan IKN memang akan memperbesar deforestasi di wilayah IKN, di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur,” kata Pengkampanye Hutan dan Kebun Walhi Indonesia, Uli Arta Siagian, kepada Tempo, Jumat, 1 Maret 2024.
Peringatan yang disampaikan oleh Walhi tersebut dibenarkan dengan temuan National Aeronautics and Space Administrationcode (NASA) atau Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat.
Satelit NASA memotret perbandingan kawasan hutan Kalimantan pada April 2022 dengan kondisi terbaru pada Februari 2024. Hasilnya, kawasan hutan yang hijau tampak menyusut.
Menurut Uli, upaya Walhi memperingatkan pemerintah soal ancaman deforestasi di IKN bukan tanpa alasan.
Pasalnya, menurut dia, pembangunan ibu kota baru merupakan pembangunan berbasis infrastruktur skala besar.
“Itu berkonsekuensi pada pembukaan lahan yang luas,” ujar Uli.
Sementara itu, pembukaan lahan secara luas otomatis membuat tutupan lahan hilang sehingga dapat memicu banjir maupun tanah longskor. Sebab, hutan kehilangan fungsinya sebagai tempat penahan air.
“Jadi, dengan narasi memindahkan ibu kota untuk hindari banjir Jakarta, sebenarnya kita akan mendapat situasi yang sama di ibu kota negara baru,” tutur Uli.
4. Walhi sarankan pembangunan IKN perlu dibatalkan
Kemudian dalam skala makro, Uli melanjutkan, hilangnya kawasan hutan otomatis menghilangkan tempat penyerapan karbon.
“Masalahnya, hilangnya fungsi hutan sebagai penyerap karbon tetap diikuti pelepasan emisi,” ucap Uli.
Uli pun mengatakan pembangunan IKN perlu dibatalkan. Ia mengatakan, harus ada kajian komprehensif dengan mempertimbangkan kelayakan proyek IKN untuk dilanjutkan.
Kajian komprehensif itu pun, kata Uli, harus meaningfull participation atau dengan melibatkan rakyat, termasuk koalisi masyartakat sipil. Selain itu, Uli mengatakan, pembangunan IKN mesti disetop hingga kajian komprehensif selesai.
“Karena kerusakan lingkungan yang dampak sosial ekonominya juga besar, tidak bisa dibayar dengan iming-iming investasi dan imajinasi dampak positif IKN yang dinarasikan pemerintah,” kata dia.