Partai Persatuan Pembangunan (PPP) resmi mendaftarkan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil Pemilu 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada Sabtu (23/3) malam.
Ketua DPP PPP Achmad Baidowi mengaku kehilangan 200 ribu suara di 30 daerah pemilihan (dapil) yang tersebar di 18 provinsi.
"Gugatannya cukup banyak ada di 18 provinsi tetapi detailnya akan disampaikan oleh tim hukum. Ada sejumlah dapil, kalau nggak salah ada sekitar 30-an dapil ya," kata pria yang karib disapa Awiek di Gdung MK, Jakarta, Sabtu (23/3) malam.
Awiek menjelaskan, pihaknya sudah mengumpulkan bukti-bukti yang menunjukkan ada pengalihan 200 ribu suara di 30 dapil tersebut. Dia mengakui, suara PPP yang hilang di setiap dapil tidak banyak, sekitar 3.000 hingga 4.000, tetapi kalau ditotalkan mencapai 200 ribu suara.
"Karena kita memang didukung alat bukti di situ, yang memungkinan berdasarkan tracking kami di dapil-dapil itulah suara PPP hilang. tidak banyak di dapil itu paling 3 ribu, 4 ribu, tetapi terjadi di sepanjang dapil sehingga ketika ditotal itu lebih dari 200 ribu, nah itu yang terlacak," ungkap Awiek.
Karena itu, PPP meminta MK bisa mengembalikan 200 ribu suara yang hilang tersebut, serra menetapkan PPP sebagai salah satu partai yang lolos ke Senayan. Sebab, berdasarkan rekapitulasi nasional KPU RI, PPP hanya memperoleh sebanyak 5.878.777 suara atau 3,87 persen sehingga tidak lolos parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
Ia menekankan, jika PPP berhasil membuktikan terdapat sebanyak 200 ribu suara yang hilang, maka PPP memperoleh suara sebanyak 6.078.777 atau tembus ambang batas lantaran suaranya menjadi 4,01 persen.
"Kita mendaftar, masuk ke sini (MK) jam 20.00 jadi masih jauh dari batas waktu terakhir, 3 x 24 jam yang disarankan UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," ucap Awiek.
Lebih lanjut, Awiek menyampaikan pihaknya menyiapkan 23 anggota tim hukum dalam sengketa hasil tersebut. Ia menegaskan, PPP sudah menyiapkan alat bukti termasuk saksi-saksi yang relevan untuk dihadiri di persidangan sesuai dengan jumlah yang ditentukan oleh MK.
"Alat bukti tentu, alat bukti yang disyaratkan di UU, yakni terkait dengan data-data kami di TPS, dan juga dibandingkan dengan di hasil, ya, bukti-bukti kepemiluan gitu juga, termasuk juga peristiwa saat terjadi rekapitulasi," pungkas Awiek.