Pengamat politik Adi Prayitno mempertanyakan klaim Anies Baswedan yang akan tetap beroposisi apabila kalah di Pilpres 2024.
Ia menilai pernyataan calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan yang memilih berada di luar pemerintahan tersebut merupakan sikap ideal dalam konsep negara demokrasi yang tidak multi partai.
Namun, realita sistem presidensial multi partai ekstrim seperti di Indonesia, menurut Adi, partai politik yang menang dan kalah itu akan membaur, bahkan berkoalisi setelah selesai pemilu.
"Pernyataan mas Anies cukup ideal dimana yang kalah berada di luar kekuasaan, di jalan yang sunyi untuk memberikan check and balances. Tapi kita tak bisa menutup mata, ketika pemilu selesai setelah pencoblosan, konfrontasi dan pemusuhan itu selesai setelah KPU umumkan siapa pemenang pilpres," kata Adi Prayitno di tvOne, dikutip Kamis (21/3/2024).
Maka dari itu, ia mempertanyakan klaim Anies Baswedan yang akan tetap beroposisi tersebut.
Pasalnya, sikap tersebut tidak secara terang-terangan dinyatakan oleh tiga partai politik pengusungnya, yakni PKS, NasDem dan PKB.
Bahkan, kata dia, PKS dalam beberapa hari terakhir malah cenderung menunjukkan sikap yang 'soft' kepada pemerintahan Jokowi.
Baginya, PKS sedang mencari posisi nyaman untuk masa depan politik mereka.
Kemudian, NasDem melalui ketua umumnya, Surya Paloh, menjalin komunikasi politik lebih awal dengan Presiden Jokowi pasca pilpres.
Hal ini juga bisa dijadikan sinyal kemungkinan NasDem bisa menjadi bagian dari koalisi Prabowo-Gibran ke depan.
Pun dengan PKB, beberapa hari lalu dua menteri PKB, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah 'diutus' menemui Presiden Jokowi.
Pertemuan dua elite PKB ini juga bagian dari komunikasi politik, yang bisa dimaknai penjajakan PKB dalam koalisi Prabowo-Gibran.
"Kalau Anies istiqomah di jalan oposisi, di jalan sunyi yang tidak menjadi bagian kekuasaan, tapi problemnya Anies ini mewakili siapa? Apakah mewakili Nasdem, PKS, PKB? Rasa-rasanya tidak. Anies disitu terkesan ditinggalkan partai pendukungnya. Partai pendukungnya di 2024 saat ini terkesan mencari aman dan mencoba membangun komunikasi politik dengan kubu Prabowo-Gibran," ujarnya
Idealisme Anies
Menurutnya, idealisme Anies Baswedan untuk tetap beroposisi dengan realita politik di Indonesia sulit diwujudkan.
Sebab, cacat bawaan dari sistem presidensialisme multi partai ekstrim di Indonesia menunjukkan kondisi sebaliknya.
Dimana partai yang menang dan kalah di pemilu justru berkongsi, mencari titik temu kesamaan kepentingan politik dan ekonomi, biasanya ditandai dengan bagi-bagi jabatan politik sebagai menteri atau jabatan strategis lainnya.
Adi menambahkan dalam studi ilmu politik ini fenomena ini disebut politik kartel.
"Bagi saya, Anies ya Anies. Partai politik pengusungnya ya lain lagi. Tidak bisa dikendalikan Anies, kecuali Anies ketum partai. Sepanjang Anies bukan ketum partai, sepanjang itu juga Anies tidak bisa memaksakan kehendaknya, memaksa keinginan 3 partai ini berada di luar kekuasaan politik," paparnya Diketahui, calon presiden nomor urut 01 Anies Baswedan dalam beberapa kesempatan menyatakan akan oposisi apabila kalah dalam Pilpres 2024.
Ia menegaskan baik pihak yang berada di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan sama-sama penting.
Anies menyampaikan prinsip tersebut tetap dipegangnya karena masih menunggu hasil rekapitulasi nasional dari KPU pada 20 Maret 2024.
"Prinsip itu yang dipegang. Bila menang berada di dalam pemerintahan. Bila tidak menang maka berada di luar pemerintahan. Dan, dua duanya sama sama penting," kata Anies.