Partai Demokrat menyayangkan kubu calon presiden (capres) 01, Anies Baswedan dan 03, Ganjar Pranowo terus-menerus menggaungkan pemilu curang pada Pilpres 2024 saat ini. Akan tetapi, mereka dianggap tidak bisa membuktikan kecurangan tersebut.
Ketua DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron mengatakan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan hak para peserta Pemilu. Hal tersebut memang diatur oleh konstitusi.
"Menjadi hak peserta pemilu untuk menggunakan kanal pengaduan yang diatur dalam undang-undang, apakah melalui Bawaslu, Gakumdu, maupun penyelesaian sengketa di MK sepanjang memiliki data dan fakta kebenaran," ucap Herman saat dikonfirmasi, Minggu (24/3/2024).
Namun, Herman menyayangkan jika kubu Anies maupun Ganjar hanya menggaungkan adanya kecurangan pemilu, tetapi tidak bisa membuktikan.
"Yang disayangkan jika hanya membangun narasi, opini, dan cenderung fitnah yang terus digaung-gaungkan seolah-olah ada kecurangan tetapi tidak ada bukti," katanya.
Diketahui Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan capres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024, sebagaimana keputusan hasil rekapitulasi perolehan suara tingkat nasional Pilpres 2024 pada Rabu, 20 Maret 2024.
Prabowo-Gibran berhasil mengungguli kandidat lainnya dengan meraih 96.214.691 suara. Kemudian pasangan nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar berada di urutan kedua dengan 40.971.906 suara dan pasangan nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD berada di posisi buncir dengan hanya mendapat 27.040.878 suara.
Herman menduga kubu Ganjar dan Anies menggaungkan pemilu curang hanya ingin mendegradasi hasil Pemilu 2024.
"Kebenarannya dengan maksud mendelegitimasi dan mendegradasi hasil pemilu. Bahkan berupaya menurunkan derajat kesungguhan dan idealisme rakyat dalam menyalurkan pilihanya kepada pasangan 02," pungkasnya.
Ganjar-Mahfud Minta Pilpres Ulang Tanpa Prabowo-Gibran
TPN Ganjar-Mahfud resmi mendaftarkan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta pada Sabtu (23/3/2024).
Gugatan dari pasangan calon (paslon) nomor urut 3 itu terdaftar dengan nomor 02-03/ap3-pres/pan.mk/03/2024.
Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, masih ada sejumlah alat bukti yang belum diserahkan ke pihak kepaniteraan MK.
Sehingga Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud akan melengkapinya malam itu juga.
"Memang masih ada bukti-bukti yang belum kami ajukan, tapi malam ini insyaAllah kami akan melengkapi bukti-bukti yang belum sempat bisa (diserahkan), 4 bundle pada hari ini," kata Todung dalam konferensi pers di Gedung MK.
Jika bukti-bukti sudah dilengkapi, kata Todung, pihaknya siap menjalani persidangan.
"Jadi insyaAllah malam ini akan dilengkapi dan kita akan siap untuk bersidang pada jadwal yang telah ditentukan oleh MK," tuturnya.
Todung mengatakan, permohonan dari TPN Ganjar-Mahfud cukup tebal, yakni sebanyak 151 halaman.
"Itu belum termasuk bukti-bukyi dan lampiran yang lain," ungkapnya.
Dalam petitum gugatannya, Todung menyampaikan, TPN Ganjar-Mahfud meminta MK mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto - Gibran Rakabumingraka.
"Menurut hemat kami, (paslon nomor urut 2) telah melanggar ketentuan hukum dan etika," katanya.
Ia menjelaskan, dugaan pelanggaran hukum dan etika paslon nomor urut 2 tersebut telah dibuktikan dengan Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang mencopot jabatan Hakim Anwar Usman dari kursi pimpinan MK imbas memutus perkara 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia minimal capres-cawapres.
MKMK menyatakan, putusan 90 mengandung konflik kepentingan karena perkara tersebut diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almasy Tsaqibbiru, yang merupakan penggemar Gibran, keponakan Anwar Usman.
Tak hanya itu, ia juga menyinggung pelanggaran yang dilakukan paslon 2 juga telah diperkuat melalui putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberikan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari sebab menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden.
Selain itu, Todung juga meminta MK menyatakan, harus dilaksanakannya pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu 2024 di seluruh TPS di Indonesia.
"Tentu kami juga meminta kepada MK untuk membatalkan putusan KPU yang kita sama-sama dengarkan beberapa hari lalu," ujar Todung.
Anies-Muhaimin Juga Minta Pilpres Ulang, Gibran Diminta Didiskualifikasi
Tim Hukum Nasional Timnas AMIN (Anies-Muhaimin) telah melayangkan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Wakil Tim Hukum Nasional Timnas AMIN, Sugito Atmo Prawiro, mengajukan gugatan agar Pemilihan Presiden 2024 diulang.
Selain itu, Timnas AMIN juga mengajukan gugatan agar MK memutuskan untuk mendiskualifikasi cawapres pendamping capres Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka.
"Jadi sebenarnya kalau di dalam petitumnya itu kan kita menginginkan diskualifikasi untuk Cawapres dari Nomor 2, dalam hal ini Gibran," kata Sugito dalam webinar Polemik Trijaya, Sabtu (23/3/2024).
"Ya, tapi harus diulang kalau misalnya kejadian semacam itu, mau tidak mau karena kan nomor 2 tentunya atau perintah harus menjadi Calon Wakil Presiden. Meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan mendiskualifikasi Calon Wakil Presiden Nomor 2," tambah Sugito.
Ia mengungkapkan alasan Gibran harus didiskualifikasi, karena ada pelanggaran kode etik dalam putusan 90 MK tentang batas usia capres-cawapres.
Selain itu, Timnas AMIN bersandar kepada putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengenai pelanggaran kode etik Ketua KPU Hasyim Asy'ari terkait penerimaan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
"Karena itu kan jelas di samping melanggar kode etik di Mahkamah Konstitusi, terutama Ketua Mahkamah Konstitusi ya, juga Ketua KPU-nya itu juga peringatan keras kode etik yang terkait dengan peringatan dari DKPP. Terus yang ketiga juga bawa serunya juga kena peningkatan keras juga," kata Sugito.
Menurut Sugito, segala tuntutan dari Timnas AMIN terkait dengan dugaan pelanggaran pencalonan Gibran sebagai cawapres.
"Jadi dari semua komponen yang terkait dengan pelaksanaan Pemilu sebenarnya itu tidak akan bisa lepas dari cawapres nomor 2 dan dari petitum itu yang menjadi starting point untuk proses pada waktu nanti kita bersidang di Mahkamah Konstitusi," ujarnya