Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) menyoroti surat Badan Bank Tanah kepada warga yang bermukim di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Surat bertarikh 18 Maret 2024 itu diteken oleh Pimpinan Proyek Badan Bank Tanah Kabupaten Penajam Paser Utara, Syafran Zamzami.
Merujuk salinan surat yang diperoleh Tempo, sehari setelah tanggal tersebut, disebutkan bahwa lahan seluas 4.162 hektare yang tersebar di Kecamatan Penajam dan Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Utara, Kalimantan Timur berada di bawah Hak Pengelolaaan (HPL) Badan Bank Tanah.
Luasan di Penajam mencakup empat kelurahan, yaitu Riko, Pantai Lango, Gersik, dan Jenebora. Sedangkan yang di Sepaku terletak di Kelurahan Maridan.
Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, mengatakan surat dari Badan Bank Tanah itu semakin menguatkan fakta bahwa lahan IKN diobral bagi investor.
Menurut dia, Badan Otorita IKN juga sempat mengultimatum masyarakat adat Pemaluan.
Konsorsium sejak awal menolak Bank Tanah yang terkesan mengadopsi azas domein verklaring—sering disebut negaraisasi tanah—dan menyelewengkan hak menguasai dari negara.
“Seolah tanah adalah milik negara. Dipersempit lagi menjadi tanah adalah milik pemerintah,” ucap Dewi kepada Tempo pada Rabu, 20 Maret 2024.
“Inilah praktik yang subur saat Pemerintah Kolonial Belanda mengakuisisi tanah-tanah masyarakat dan kekayaan alam kita.”
Sumber Tempo menyebutkan bahwa surat peringatan itu menyasar 30 petani yang sudah bertahun-tahun menggarap lahan sasaran klaim Badan Bank Tanah. Petani yang cocok ditanam di lahan tersebut sudah memiliki bukti kepemilikan tanah sejak 1979.
Dalam surat itu tertulis juga bahwa warga diimbau untuk tidak melakukan kegiatan apapun diatas HPL Badan Bank Tanah. Warga dianggap terputus jika masih beraktivitas di sana.
“Dalam rangka penataan, akan segera dilakukan penertiban segala sesuatu yang ditanam di atas lahan HPL Badan Bank Tanah,” begitu bunyinya.
Ada juga pernyataan soal ancaman pidana jika warga lokal masih melanggar peringatan tersebut.
Aturan yang disematkan adalah Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin, dengan ancaman penjara selama 3 bulan.
Menurut Dewi, pembentukan Bank Tanah dengan landasan Undang-Undang Cipta Kerja dan turunannya menjelma menjadi lembaga spekulan tanah ala pemerintah.
Beleid yang dikemukakannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah (Bank Tanah).
“Pengesahan PP ini adalah pelaksanaan ketentuan Pasal 135 Omnibus Law,” kata dia.
Pemenuhan hak rakyat atas tanah melalui penyelesaian konflik agraria masih tertatih-tatih. Kini petani, masyarakat adat, masyarakat agraris di pedesaan, serta komunitas miskin kota semakin menghadapi kenyataan pahit,
Alih-alih memperkuat mesin reforma agraria (RA) dan kelembagaannya, kata Dewi, pemerintah justru membuat mesin pengadaan tanah untuk badan usaha raksasa dan investor. Niat itu digarap secara cepat dan serius melalui pembentukan Bank Tanah.
Parahnya, badan baru ini diberikan kewenangan yang sangat luas dan kuat dalam Omnibus Law dan PP turunannya, termasuk ikut mengurusi tanah obyek RA. Sehingga dengan seenaknya mengambil tanah warga, seperti di IKN.
Ini Penjelasan Badan Bank Tanah
Badan Bank Tanah merepons perihal surat peringatan kepada warga di IKN, yaitu di kawasan Sepaku, Penajam Paser Utara mengenai izin aktivitas lahan karena tidak memiliki izin Hak Pengelolaaan (HPL). Surat peringatan itu dikeluarkan pada Senin, 18 Maret 2024.
Project Team Leader Badan Bank Tanah Moh Syafran Zamzami mengatakan, tujuannya mengirim surat imbauan kepada warga Sepaku, Penajam Paser Utara, untuk menertibkan bangunan yang berada di wilayah pengembangan badan tersebut, sekaligus mengamankan aset negara dari oknum mafia tanah. Hal tersebut menurutnya sudah sesuai dengan kewenangan Badan Bank Tanah dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang rencana induk kawasan atau master plan menjadi HPL.
“Surat imbauan disampaikan langsung kepada subjek terkait secara persuasif,” kata Syafran melalui jawaban tertulisnya pada Kamis, 21 Maret 2024.
Syafran membantah Badan Bank Tanah berupaya menggusur warga Penajam Paser Utara demi kepentingan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Badan Bank Tanah selalu berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat, soal kegiatan mereka yang sedang mengembangkan kawasan Pemerintah daerah Penajam Paser Utara (PPU).
“Guna memajukan perekonomian wilayah di sekitarnya serta mendukung pembangunan IKN,” ujarnya.
Dari 4.162 hektare lahan yang menjadi HPL badan bank tanah, kata Syafran, warga Sepaku diberi jatah lahan seluas 1.873 hektare untuk program reforma agraria.
“Penentuan subjeknya dilakukan oleh Tim Gugus Revorma Agraria (GTRA) yang diketuai oleh Bupati,” ucap dia.
Pemenuhan hak masyarakat menurutnya sudah terakomodir, dan memberi manfaat pada nilai warga Penajam Paser ke depan.
“Kami tegaskan bahwa yang kami sampaikan adalah imbauan, bukan penggusuran semena-mena,” kata Syafran.
Warga Mendapatkan Surat dari Badan Bank Tanah
Pada Senin, 18 Maret 2024, warga Penajam Paser Utara mendapat surat dari Badan Bank Tanah, yang ditandatangani oleh Project Team Leader Moh Syafran Zamzami, bertanggal 18 Maret 2024. Tempo mendapat salinan surat tersebut pada Selasa, 19 Maret 2024.
Dalam bagian awal surat disebutkan bahwa lahan di Kelurahan Riko, Pantai Lango, Gersik, Jenebora, Kecamatan Penajam dan lahan di Kelurahan Maridan, Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Peser Utara, Provinsi Kalimantan Timur seluas 4.162 ha adalah lahan yang berada di bawah Hak Pengelolaaan (HPL) Badan Bank Tanah.
Dikutip dari laman resminya, Badan Bank Tanah adalah badan khusus (sui generis) yang merupakan Badan Hukum Indonesia yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat yang diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah Negara.
Sumber Tempo menyebutkan, surat peringatan itu menyasar 30 petani yang selama bertahun-tahun menggarap lahan yang belakangan diklaim milik Badan Bank Tanah.
Dalam bagian lain dari surat tersebut, dinyatakan bahwa Terdapat bangunan atau pondok yang berdiri di atas lahan hak pengelolaan (HPL) tanpa seizin Badan Bank Tanah selaku pemegang sertipikat hak atas tanah.
Dalam surat itu tertulis, warga diimbau untuk tidak melakukan kegiatan apapun diatas HPL Badan Bank Tanah. Warga dianggap melanggar jika masih ada aktivitas di lahannya.
“Dalam rangka penataan, akan segera dilakukan penertiban segala sesuatu yang ditanam di atas lahan HPL Badan Bank Tanah,” tulis surat tanggal 18 Maret itu.
Warga juga menyatakan diberi ancaman pidana jika masih melanggar. Surat dari Badan Bank Tanah itu menyebutkan tindakan warga menggunakan lahannya tanpa izin lewat Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin, dengan ancaman penjara selama 3 bulan.
Salah seorang sumber Tempo menyebutkan jika lahan tersebut sudah digunakan petani yang cocok ditanam dan memiliki bukti kepemilikan tanah sejak tahun 1979.
“Warga diancam dan diintimidasi,” kata dia.
Ia juga mengklaim pelayangan surat dari Badan Bank Tanah untuk menggusur tanah warga demi pembangunan IKN.