Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

WOW! Kucuran Bansos di Tahun Pemilu 2024 'Lebih Besar' dari Pandemi Covid-19 2021-2022

 

Pemerintah RI tercatat menggenjot bantuan sosial (bansos) jelang mendekati hari pemungutan suara pemilu, Februari 2024 ini.

Anggaran bansos pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada tahun pemilu 2024 pun tercatat naik puluhan triliun dibanding setahun sebelumnya.

Bahkan, anggaran bansos yang digelontorkan pemerintah tercatat lebih besar dari pada bansos ketika pandemi Covid-19 tahun 2021 dan 2023.

Bansos tahun ini juga hanya terpaut sedikit dibanding bansos pada awal pandemi Covid-19 tahun 2020.

Terkini, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengumumkan bahwa pemerintah menyiapkan anggaran Rp11,25 triliun untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) guna memitigasi risiko pangan. BLT ini dirapel tiga bulan sekaligus pada Januari hingga Maret 2023.

Pemerintah RI menggelontorkan anggaran Rp496 triliun pada tahun politik 2024. Dilansir Kompas.com, anggaran ini naik 12,4 persen dibanding tahun lalu yang sejumlah Rp439,1 triliun.

Anggaran bansos 2024 pun beda tipis dibanding awal pandemi Covid-19 yang mencapai Rp498 triliun.

Anggaran bansos tahun ini lebih besar dari bansos saat pandemi Covid-19 pada 2021 (Rp468,2 triliun) dan 2022 (Rp460,2 triliun).

Sri Mulyani menjelaskan, dalam APBN, bansos termasuk dalam program perlindungan sosial (perlinsos) yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 9,9 juta keluarga penerima manfaat (KPM), Kartu Sembako untuk 18,7 juta KPM, serta bantuan langsung tunai (BLT) El Nino untuk 18,6 juta KPM.

Pemerintah juga menyediakan anggaran perlinsos untuk subsidi BBM, listrik, bunga kredit usaha rakyat (KUR), hingga bantuan pangan.

Untuk menjawab pertanyaan wartawan soal bansos yang digencarkan pemerintah jelang Pemilu 2024, Sri Mulyani menyatakan bahwa bansos adalah instrumen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang telah dibahas antara pemerintah bersama DPR. Ia menyebut anggaran bansos telah dibahas dan disetujui DPR.

“Bansos adalah instrumen dalam APBN, yang telah dibahas bersama DPR dan disahkan menjadi undang-undang (UU) sebagai instrumen negara,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang disiarkan secara virtual, Selasa (30/1).

“Kenaikan itu dibahas oleh pemerintah bersama DPR dan ditetapkan dalam UU. Jadi, kalau pemerintah menggunakan APBN, itu adalah uang APBN di mana sumber dan penggunaannya dibahas dan disetujui oleh DPR,” lanjutnya.

Selain mengumumkan BLT yang dirapel tiga bulan sekaligus, Presiden RI Joko Widodo juga belakangan mengumumkan bansos beras hingga Juni 2024. Hal tersebut memunculkan kembali spekulasi mengenai politisasi bansos.

”Ini (bantuan beras) nanti akan diberikan pada Januari, Februari, Maret, setuju mboten? Yang tidak setuju angkat tangan. Setelah Maret akan dilanjutkan lagi April, Mei, Juni, setuju mboten?” kata Jokowi saat menyerahkan bansos beras di Gudang Bulog Sendangsari, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (30/1).

Celios sebut bansos dicocokan dengan skenario Pilpres dua putaran

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kelanjutan bansos beras oleh pemerintahan Jokowi seperti dicocokkan dengan skenario Pilpres 2024 dua putaran.

Hal ini menurutnya bisa menimbulkan persepsi bahwa pemerintah menggunakan bansos untuk mendukung salah satu paslon.

Penyaluran bansos tersebut bertepatan dengan bulan pemilihan Pilpres 2024 jika berlangsung dua putaran.

Pilpres akan berlangsung dua putaran jika tidak ada pasangan capres-cawapres yang meraih lebih dari 50 persen suara.

"Ya, ini waktunya sepertinya dicocokkan dengan skenario apabila pilpres ada dua putaran. Jadi, pemilihan periode bansosnya saja sudah menimbulkan tanda tanya," kata Bhima, Selasa (30/1).

”Model bansos pakai pola BLT (bantuan langsung tunai) ataupun bantuan pangan akan menimbulkan persepsi pemerintah menjadi Sinterklas untuk mendukung salah satu calon,” lanjutnya.

Selain itu, Bhima menuturkan bahwa pemberian bansos oleh pemerintah cenderung naik signifikan jelang pemilu.

Pada 2014, ia menyebut anggaran perlindungan sosial naik mencapai Rp484,1 triliun, kemudian dipangkas menjadi Rp276,2 triliun pada 2015 atau setelah pemilu berakhir.

Ekonom Celios itu pun menyebut kebijakan bansos pemerintah kontradiktif karena pemerintah terus menggenjot impor pangan, terutama beras.

Menurutnya, politisasi bansos juga rentan membuat bantuan tidak tepat sasaran dan dikorupsi.

”Saling kontradiksi antara bansos dan impor. Harusnya impor bisa turunkan harga pangan sehingga tidak perlu kasih bansos besar-besaran. Jadi, kebijakan pangan beberapa bulan terakhir bisa dibilang belum mampu mengendalikan inflasi pangan,” kata Bhima dikutip Kompas.id.

Sumber Berita / Artikel Asli : kompas

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved