Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Mundakir memberikan tanggapan terkait petisi yang diajukan beberapa perguruan tinggi atau kampus seperti Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII).
Mundakir menyatakan, petisi kampus tersebut merupakan bagian dari ekspresi akademik.
Menurutnya kebebasan akademik, kebebasan berpendapat, dan aspek lainnya adalah bagian esensial dari kemanusiaan.
Namun, di tengah-tengah tahun politik seperti saat ini, perlu adanya kewaspadaan ekstra.
Kewaspadaan ekstra yang dimaksud Mundakir adalah, kemungkinan adanya penyusupan kepentingan politik praktis.
“Kepedulian terhadap kondisi aktual masyarakat adalah tanggung jawab bersama semua kampus. Namun, hal ini perlu dilakukan dengan kehati-hatian dan pemahaman situasi, terutama dalam konteks kontestasi politik yang semakin intens. Aksi-aksi tersebut tampaknya dimanfaatkan dan berpotensi menguntungkan salah satu kontestan. Hal ini perlu menjadi perhatian bersama,” kata Mundakir, dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (3/2/24).
Lanjut Mundakir, kampus seharusnya aktif dalam mengisi ruang publik dengan wacana-wacana kritis yang bersifat konstruktif.
Keseimbangan antara memberikan ruang untuk berpendapat dan menjaga lingkungan belajar yang inklusif dan objektif perlu dijaga secara konsisten.
“Di tahun politik seperti saat ini, perguruan tinggi perlu menjaga keseimbangan antara memberikan ruang untuk berpendapat dan menjaga lingkungan belajar yang inklusif serta objektif,” tambahnya.
Situasi di tengah-tengah tahun politik, menurut Mundakir, menjadi permasalahan, karena aksi-aksi tersebut berpotensi mendapatkan makna politis yang dapat menguntungkan salah satu calon.
Oleh karena itu, netralitas kampus menjadi sangat penting, terutama menjelang pemilihan umum (Pemilu).
“Netralitas kampus dalam pemilu sangat penting, agar roh kampus sebagai tempat berseminya ilmu pengetahuan dan pembentukan ilmuwan berkarakter tetap terjaga. Warga civitas di kampus memiliki tanggung jawab dalam menjaga netralitas politik,” imbuh Mundakir.
Seluruh warga sivitas di kampus harus memahami arti dan pentingnya netralitas dalam konteks Pemilu 2024.
Mereka diharapkan menjadi contoh dalam menjaga netralitas, integritas, dan profesionalisme, serta mengedepankan kepentingan publik di atas segalanya.
“Langkah ini sangat penting untuk memastikan Pemilu yang tinggal menghitung hari ini dapat berlangsung damai dan demokratis,” pungkas Mundakir.
Petisi Bulaksumur Disusupi 03
Dugaan tersebut terindikasi dari beredarnya foto saat pembacaan petisi. Dalam foto yang beredar, tampak beberapa mengacungkan tangan dengan sandi no pasangan calon, tiga jari dan atau salam Metal.
“Klaim memakai nama UGM untuk serang Jokowi padahal hanya segelintir oknum aktivis di Pusat Studi Pancasila yang berafiliasi ke PDIP.” Tulis Anthony Leong, dalam unggahannya yang dikutip, Sabtu, (3/2/2024).
Makin kentara karena ada yang mengacungkan tiga jari dan salam metal. Satu lagi yang baju batik (Bambang Praswanto), mantan Ketua DPD PDIP DIY memakai topeng civitas akademika. Ini beneran akademisi UGM ataukah tim sukses paslon.
“Akademisi kok partisan dan mau dimobilisasi menjelekan alumninya demi kepentingan pemilu.” Lanjut Anthony meragukan kemurnian Petisi Kampus UGM atau petisi Bulaksumur.