Perempuan di Pakistan memang tidak dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif, namun nyatanya kebebasan berpolitik yang diberikan tidak sepenuhnya terjadi.
Pasalnya, jelang pemilu 9 Februari lalu, Ulama Pakistan mengeluarkan fatwa untuk melarang caleg perempuan berkampanye ke rumah-rumah warga.
Mengutip Bitter Winter pada Jumat (9/2), fatwa itu ditandatangani oleh 18 ulama dan kabarnya inisiatif pelarangan datang dari partai konservatif Deobandi Jamiat Ulema-e-Islam (F).
"Baik kandidat perempuan maupun aktivis perempuan tidak boleh berkampanye," tulis fatwa tersebut.
Caleg perempuan dilarang mengunjungi pemilih di rumah mereka, padahal itu merupakan cara normal berkampanye di daerah pedesaan atau pegunungan.
Mencegah caleg dan pendukung perempuan mereka berkampanye akan sangat membatasi peluang mereka untuk terpilih.
Caleg perempuan bukan hal baru di Pakistan, mengingat dulu negara ini pernah memiliki perdana menteri perempuan bernama Benazir Bhutto—meskipun ia akhirnya dibunuh pada tahun 2007.
Berbeda halnya dengan wilayah Kohistan, provinsi Khyber Pakhtunkhwa. Di sana, untuk pertama kalinya tiga perempuan menjadi caleg yakni Tehmina Faheem (juga dieja Fahim), Momina Basit, dan Sanaya Sabee