Pelemahan demokrasi seolah dilakukan secaraa terencana oleh para elite politik yang berkuasa, khususnya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebagai kepala negara, seharusnya Presiden Jokowi mengedepankan etika dalam urusan demokrasi.
"Saya sepakat saat ini ada problem etika di negara kita, secara khusus di Pemilu 2024, terutama sejak adanya putusan MK soal batas usia capres-cawapres," kata Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas kepada wartawan, Minggu (11/2).
Melihat kondisi demokrasi Indonesia saat ini, Sirojudin mengutip kalimat filsuf Albert Camus, 1913-1960, yang mengatakan bahwa seorang pemimpin tanpa etika diibaratkan melepas binatang buas ke rakyatnya.
"Kita lihat kini keputusan penguasa tak lagi mengindahkan etika, bak melepas binatang buas. Saya sangat khawatir, pelanggaran etik MK dan KPU, yang lalu ini disetujui presiden. Jika itu benar, maka kita sebetulnya sedang melepaskan binatang buas untuk memangsa bangsa sendiri," ucap Sirojudin.
Sirojudin khawatir, akan timbul kekacauan jika demokrasi tak dijalankan tanpa etika yang benar. "Oleh karena itu, kalau kita belajar dari Camus, kita bisa prediksi risiko paling buruk, yaitu memunculkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan rakyat, tentu saja presiden bisa keluarkan dekrit bahwa pemilu itu sah, tapi bagaimana mungkin Jokowi dan MK nanti memuaskan masyarakat yang dari awal sudah melihat kecurangan dan pelanggaran etika yang dilakukan secara berturut-turut?" cetus Sirojudin.
Ia mengungkapkan, gerakan akademisi dan pata guru besar di sejumlah universitas akhir-akhir ini menjadi bukti, seakan ada konsensus di kaum terdidik bahwa Indonesia dalam masa bahaya. Karena, kepala negara cawe-cawe dalam pesta demokrasi.
Menurutnya, masyarakat terbuai oleh kebaikan Presiden Jokowi lewat bansos, sehingga mayoritas masyarakat masih merasa puas dengan kinerja Jokowi. Ia berujar, tingkat kesadaran masyarakat masih terbilang rendah.
"Karena itu, tugas cendekiawan untuk terus menyuarakan, tanpa bosan, agar masyarakat tahu ada problem serius dan lebih luas, daripada sekedar pilpres," tegasnya.
Ia pun meyakini, pelaksanaan pemilu yang luber dan jurdil bakal menyelamatkan demokrasi Indonesia. "Ormas, cendekiawan, dan mahasiswa juga sudah turun, kita berharap penyelenggaraan pemilu lancar, meski ada hiruk pikuk," pungkasnya.