Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan ikut merespons film dokumenter kecurangan Pemilu 2024 Dirty Vote.
Menurutnya, film yang disutradarai oleh Dandy Laksono menampilkan banyak kebohongan.
Apalagi, lanjut dia, Dandy juga sebelum merilis film hampir serupa Sexy Killers jelang Pilpres 2019 lalu.
"Itu, kan, yang membuat film itu [Dirty Vote] sama dengan yang membuat Sexy Killers di 2019, ternyata diurai banyak bohongnya. Jadi sayang juga sebenarnya kita menyebar kebohongan," kata Luhut usai mencoblos di TPS 14, Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali, Rabu (14/2).
Menurutnya, tak ada satu pun pasangan calon capres-cawapres yang bermain curang pada Pemilu 2024 kali ini. Pasalnya, setiap paslon saling mengawasi satu sama lain.
"Siapa, sih, sekarang mau curang? Semua saling mengawasi, kok. Iya, kan? Saya kira kecurangan itu hampir tidak ada lah," imbuhnya.
Luhut juga mengomentari film yang menyebut dirinya tidak netral karena secara terang-terangan mendukung paslon capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Ia mengaku bahwa dalam video yang dinukilkan dalam film, dirinya hanya menjawab pertanyaan yang dilayangkan kepadanya. Jawabannya adalah pemerintahan yang berkelanjutan.
"Saya, kan, ditanya. Iya saya jawab dalam pikiran saya. Karena, saya ingin keberlanjutan, karena saya tahu persis kalau tidak keberlanjutan, maka ekonomi kita itu nanti jadi seperti 'yoyo'. Karena, nanti bonus demografi, generasi kamu itu akan habis pada tahun 2030-an," ujarnya.
"Jadi keberlanjutan dari apa yang dibuat Bapak Jokowi, tentu ada penyempurnaan di sana sini, enggak mungkin juga itu selesai satu presiden. Bisa dua [dan] tiga presiden baru selesai," ujarnya lagi menambahkan.
Dirty Vote dirilis pada Minggu (11/2). Film itu ramai jadi perbincangan di tengah masyarakat.
Film ini menyoroti dugaan kecurangan Pemilu 2024. Film itu menghadirkan narasumber dari tiga ahli hukum tata negara, di antaranya Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
Melalui film tersebut ketiga pakar hukum tata negara secara bergantian dengan bersama menjelaskan rangkaian peristiwa yang diyakini sebagai kecurangan pemilu. Film tersebut juga berisi tentang kekuasaan yang disalahgunakan.