Pernyataan Calon Wakil Presiden nomor urut 3, Mahfud MD soal ibu-ibu dan perempuan berbuntut panjang. Sebagai publik figur, Mahfud diminta dengan sangat berhenti menyalahkan perempuan untuk berbagai permasalahan di negeri ini.
Surat terbuka untuk Mahfud dibagikan langsung oleh Psikolog kenamaan, Zoya Amirin di laman Instagramnya @zoyaamirin.
Diketahui, dalam cuitannya di akun X pribadinya @mohmahfudmd, Menkopolhukam itu menulis kalimat begini: Berdosa kita jika membiarkan Ibu-ibu melahirkan kemudian membiarkan anaknya tdk berakhlak. Ini bnyk terjadi krn msh byk kaum Ibu tdk punya penghasilan, mengais rezekki seadanya, menjadi buruh kasar dgn bayaran yg sangat kecil, itu pun tak teratur. Sang anak kemudian menjadi gelandangan, tdk terdidik, dan tercebur ke dunia hitam. Itulah sebabnya, wajib bagi kita menyediakan pekerjaan yang layak dan menusiawi bagi Ibu-ibu agar bisa membesarkan anaknya dgn baik dgn fasilitas pendidikan yang cukup.
Surat terbuka unggahan Zoya menilai pernyataan Mahfud tersebut menyalahkan perempuan.
Meskipun di akhir cuitannya, Mahfud menyampaikan akan menyediakan pekerjaan lebih layak untuk perempuan dan para ibu, namun pernyataan Mahfud tetaplah dinilai seksis dan misoginis.
"Kenapa? Tugas pengasuhan dan membesarkan anak itu bukan hanya tanggung jawab ibu, tapi juga ayahnya," bunyi surat terbuka tersebut dilansir pada Kamis (1/2/2024).
Kemudian sebagai pejabat publik, Mahfud disayangkan tidak sensitif untuk bilang ibu bekerja sebagai penyebab pengasuhan anak terlantar.
"Daripada menyalahkan ibu lebih baik negara membantu membuat kebijakan yang bisa membuat lingkungan kerja inklusif dan mendukung ibu pekerja," jelasnya.
Pernyataan lain Mahfud yang juga dianggap kontroversi saat ia menyinggung banyak koruptor masuk penjara karena tuntutan istri.
"Suami-suami yang terjerumus ke dalam kejahatan ini karena istrinya tidak baik. Banyak koruptor-koruptor itu yang sekarang masuk penjara, karena tuntutan istrinya. Gajinya cuma Rp 20 juta, belanjanya Rp 50 juta yang dituntut dari suami," ucap Mahfud saat menghadiri Halaqoh Kebangsaan dan Pelantikan Majelis Dzikir Al Wasilah di Asrama Haji Padang, Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat pada (17/12/2023) lalu.
Menurut surat terbuka itu, hal ini jadi contoh nyata Mahfud terkena sindrom blame the woman, alias apa pun masalahnya, salahkan saja perempuan. Seolah laki-laki tak punya akal dan pikiran sendiri sehingga mudah disetir perempuan
Masih dalam kesempatan yang sama, Mahfud menjadikan perempuan sebagai tolok ukur dan cerminan keadaan negara. Negara yang baik berasal dari perempuan-perempuannya.
Zoya menilai hal ini keliru. Alih-alih menyalahkan perempuan, negara seharusnya bisa dinilai dari seberapa banyak kebijakan tersebut mengajak atau melibatkan perempuan. Barulah bisa ditaruh tolok ukur, meski sebenarnya tak harus perempuan.
"Bagaimana bisa Pak, perempuan dijadikan tolak ukur moral bangsa sedangkan para pemangku kebijakan dan yang membuat keputusan di negara ini didominasi oleh laki-laki? Harusnya, baik dan buruknya negara bisa dinilai dari seberapa inklusifnya kebijakan yang dibuat," jelasnya.
Melihat jauh ke belakang tepatnya tahun 2020 disaat dunia sedang terpuruk karena pandemi Covid-19. Lagi-lagi pernyataan seksis dikeluarkan Mahfud.
"Corona is like your wife. Ketika kamu mau mengawini, kamu berpikir bisa menaklukannya. Tapi, sudah jadi istri kamu tidak bisa menaklukan istrimu. Sesudah itu, kamu belajar hidup bersamanya," kata Mahfud kala itu.
Zoya menilai Mahfud dalam hal ini menempatkan perempuan sebagai objek yang perlu ditaklukan.
"Apakah perempuan itu semacam naga terbang yang harus ditaklukan pak?," sambung surat terbuka itu.
Tahun 2021 saat Mahfud menjadi pembicara dalam acara Rapim Polri pada Selasa (16/2/2021), Mahfud bicara soal restorative justice.
Sayangnya, Mahfud memberikan contoh soal perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Restorative Justice katanya telah diterapkan pada masyarakat adat terdahulu untuk menciptakan sebuah harmoni.
"Maka sebab itu, dulu di hukum adat ada istilah 'diam-diam saja kamu lari, biar orang tidak tahu'. Makanya dulu ada kawin lari. Itu restorative, agar orang tidak ribut. Agar yang diperkosa tidak malu kepada seluruh kampung. Kawin di luar daerah sana. Itu contoh restorative justice, membangun harmoni," katanya.
Akibat pernyataanya, Mahfud dituding tidak berpihak kepada korban pemerkosaan yang notabene adalah korban dari kekerasan seksual. Mahfud seakan mewajarkan hal itu dengan dalih restorative justice.
"Enggak sedikit loh pak, korban pemerkosaan yang harus menikahi pelaku karena ulah restotative justice," kata Zoya.
Terakhir, surat terbuka ini ditutup dengan harapan Mahfud dan pejabat publik lainnya berhenti menyalahkan perempuan atas permasalahan di negara ini.
"Berhenti menyalahkan perempuan untuk berbagai permasalahan di negara ini. Pak Mahfud kami benar-benar lelah dengan pernyataan sensitif, seksis dan misoginis yang sering dilontarkan pejabat publik. Sudah saatnya bapak dan pejabat publik lain berhenti menyalahkan perempuan untuk berbagai permasalahan negara ini," pungkasnya. (Elva/Fajar)