PAKAR Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak bisa mengajukan cuti kampanye untuk mendukung kontestan Pemilihan Umum (Pemilu 2024).
Sebab, Jokowi dinilai tak memenuhi aturan yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
"Pak Jokowi boleh nggak mengajukan cuti? Kalau menurut saya tidak boleh juga," kata Bivitri dalam focus group discussion (FGD) virtual bertajuk 'Cawe-cawe Presiden Jokowi, Melanggar Hukum dan Konstitusi UUD 1945', Kamis, 1 Februari 2024.
Bivitri menjelaskan mengenai Pasal 299 dalam UU Pemilu yang juga sempat disampaikan Jokowi untuk menegaskan dirinya boleh kampanye. Menurut dia, aturan itu harus dibaca secara utuh.
"Pasal 299 yang disebut pak Jokowi memang memberikan hak tetapi 'ketika' nah 'ketikanya' itu, satu ketika presiden petahana seperti Pak Jokowi 2019 atau pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) 2009, ya wajar memang konstitusi membolehkan dua kali nyalon kok," ucap Bivitri.
Berikut kutipan lengkap Pasal 299 UU Pemilu:
(1) Presiden dan wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye
BACA JUGA:Fakta DKP Dibeberkan Lagi, Para Aktivis Ini Ungkap Peran Prabowo di Kasus HAM
(2) Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota Partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
(3) Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota Partai Politik dapat melaksanakan Kampanye, apabila yang bersangkutan sebagai:
a. calon Presiden atau calon Wakil Presiden;
b. anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau
c. pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.
Bivitri menuturkan presiden boleh berkampanye dengan catatan untuk partai politiknya.
Sementara, Jokowi tergambar di masyarakat seolah berkampanye untuk kubu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka bukan untuk Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Bivitri merujuk pada Pasal 269 ayat (1) soal pelaksana kampanye yang menyebutkan bahwa pengurus parpol atau gabungan parpol pengusung, orang-seorangan, dan organisasi penyelenggara kegiatan yang ditunjuk oleh peserta pilpres.
"Bahwa ada pelaksanaan kampanye pilpres itu Pasal 269-nya yang mengatur untuk pengurus parpol. Jadi kalau Pak Jokowi berkampanye untuk Pak Ganjar, resminya Pak Jokowi masih PDIP kan, maka boleh, tapi harus cuti," jelas Bivitri.
Tafsir UU Harus Utuh
BACA JUGA:Gibran Dilaporkan ke Agensi D.O. EXO, Pernyataan Agensi: Kami Berencana Mengambil Tindakan Hukum!
Bivitri juga menekankan bahwa membaca UU tidak bisa sepotong-sepotong. Karena masih ada sejumlah aturan di dalamnya yang berkaitan.
"Memang bacanya rumit, kok naik lagi kok 269? Ya memang begitu membaca UU tidak satu potong saja. Jadi harus dipahami konstruksinya kalau dalam penafsiran hukum namanya penafsiran sistematis," jelas dia.
Ia juga meluruskan soal anggapan keadaan Jokowi dengan Presiden ke-44 Amerika Serikat (AS) Barack Obama boleh berkampanye untuk Hillary Clinton. Bivitri menegaskan bahwa Obama masih satu partai dengan Hillary.
"Jadi kalau ada ahli ilmu politik bilang Obama boleh kok mendukung Hillary, ya boleh karena mereka separtai," ucap dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi kembali menekankan presiden dan wakil presiden boleh berkampanye di pemilihan umum (pemilu).
Jokowi menyampaikan itu sambil menunjukkan dua lembar kertas putih yang menjelaskan Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 299 UU Pemilu menjelaskan aturan presiden dan wakil presiden boleh berkampanye.
"Presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye, jelas," ujar Presiden dalam keterangan persnya secara virtual, Jumat, 26 Januari 2024.
Kemudian, Pasal 281 mengatur hal-hal yang tidak boleh digunakan presiden dan wakil presiden saat berkampanye. Khususnya, tidak boleh menggunakan fasilitas negara.