Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Mereka Menentang Pemberian Gelar Jenderal Kehormatan ke Prabowo, Dari Kelompok HAM Hingga Aktivis 1998

 

Sejumlah kalangan mengecam keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk memberikan gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto.

Pemberian gelar jenderal bintang 4 kepada Menteri Pertahanan tersebut dilakukan Jokowi di sela Rapat Pimpinan TNI-Polri di Gedung Ahmad Yani, Mabes TNI, Jakarta Timur, Rabu, 28 Februari 2024.

Jokowi memberikan kenaikan pangkat secara istimewa kepada Prabowo sesuai dengan Keppres Nomor 13/TNI/Tahun 2024 pada 21 Februari 2024.

“Penganugerahan ini adalah bentuk penghargaan sekaligus peneguhan untuk berbakti sepenuhnya kepada rakyat, kepada bangsa, dan kepada negara,” kata Jokowi usai seremoni di Mabes TNI.

Berikut ini sejumlah pihak yang menentang keputusan Jokowi yang memberikan gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo:

1. Direktur Imparsial Gufron Mabruri: Tindakan yang Anomali

Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan tindakan Presiden Jokowi memberikan gelar Jenderal Kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto adalah tindakan yang salah.

"Pemberian gelar jenderal kehormatan bagi anggota/perwira yang pernah diberhentikan dari dinas kemiliteran merupakan anomali, tidak hanya dalam sejarah militer, tapi juga politik Indonesia secara umum," kata Gufron kepada Tempo pada Rabu, 28 Februari 2024.

Gufron menilai pemberian gelar tersebut merupakan langkah politis dari Jokowi, yang menurutnya merupakan bagian dari transaksi kekuasaan politik elektoral yang merugikan para korban pelanggaran HAM dan mencabut dugaan keterlibatan Prabowo dalam pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Dia mengingatkan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) sebelumnya telah memberhentikan Prabowo dari dinas militer atas dugaan keterlibatan dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis prodemokrasi pada 1997-1998. 

Selain itu, hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga telah menetapkan kasus tersebut sebagai pelanggaran HAM berat.

"Dengan demikian, pemberian gelar jenderal kehormatan bagi perwira yang pernah diberhentikan dari dinas kemiliteran sesungguhnya adalah langkah politis yang justru mempermalukan dan merusak kehormatan serta marwah TNI," kata Gufron.

2. Aktivis 1998 Petrus Hariyanto: Jokowi Melukai Hati Keluarga Korban Penghilangan Paksa 

Aktivis 1998 Petrus Hariyanto mengatakan tindakan Jokowi memberikan gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo telah melukai hati keluarga korban penghilangan paksa aktivis 1997-1998. 

Sebab, kata dia, Prabowo sebagai Danjen Kopassus disebut-sebut terlibat dalam kasus penculikan itu.

Petrus menuturkan Jokowi tidak memenuhi janjinya untuk mengembalikan para korban penghilangan paksa. 

Dia menilai mantan Wali Kota Solo itu justru mengembalikan pelaku ke kursi kekuasaan tertinggi negara.

"Presiden Jokowi semakin melukai hati keluarga korban penghilangan paksa," ujar Petrus melalui keterangan tertulis pada Rabu, 28 Februari.

Juru Bicara Forum Rakyat Demokratik (FRD) untuk Keadilan Keluarga Korban Penghilangan Paksa itu menilai Jokowi telah melanggengkan praktik impunitas, karena Jokowi telah menjauhkan terduga pelaku pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan paksa aktivis 1997-1998 dari proses hukum.

Menurut Petrus, Prabowo terbukti dipecat dari dinas militer oleh Dewan Kehormatan Perwira pada Agustus 1998.

Dia mengatakan Prabowo diberhentikan dengan alasan melanggar Sapta Marga, sumpah prajurit, etika keprajuritan, serta tindak pidana penghilangan paksa aktivis 1997-1998.

"Prabowo Subianto adalah contoh perwira tinggi ABRI yang berkelakuan buruk dan suka melawan atasan," kata eks Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Demokratik atau PRD itu.

3. Koalisi Masyarakat Sipil: Mengkhianati Reformasi 1998

Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keputusan Jokowi memberi gelar kehormatan Jenderal TNI kepada Prabowo. 

Kelompok yang mencakup 20 organisasi seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, menilai penganugerahan gelar bintang empat kepada Prabowo adalah langkah keliru.

Kelompok ini menyinggung Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP. Surat itu menetapkan Prabowo bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan termasuk melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis pro demokrasi pada 1998.

“Hal ini tidak hanya tidak tepat tetapi juga melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998,” kata koalisi dalam keterangan tertulis pada Rabu, 28 Februari 2024.

Kelompok sipil mendesak Jokowi tidak mempolitisasi TNI. Koalisi ini meminta TNI tidak ditarik-tarik dan dilibatkan dalam “cawe-cawe” politik praktis dengan melantik seorang jenderal pelanggar HAM dengan pangkat kehormatan. 

“Presiden untuk membatalkan rencana pemberian pangkat kehormatan terhadap Prabowo Subianto,” kata Kelompok sipil dalam keterangan pada Rabu.

4. Dosen Fakultas Filsafat UGM Agus Wahyudi: Keputusan Jokowi Cacat Moral

Dosen Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Agus Wahyudi, keputusan Presiden Jokowi memberikan pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo sebagai cacat moral dan kurangnya empati.

“Keputusan ini mencerminkan cacat moral karena tidak mempertimbangkan argumen mengenai kesalahan moral masa lalu Prabowo, yang menjadi alasan pemecatannya dari TNI. Hal ini menyoroti kurangnya pertimbangan terhadap dampak moral dari tindakan tersebut,” kata dia kepada Tempo.co pada Rabu, 28 Februari.

Agus menyebutkan keputusan ini kurang memiliki empati karena tidak memperhitungkan perasaan dan potensi luka yang masih dirasakan oleh sebagian keluarga korban penculikan aktivis 1998. Prabowo telah mengakui perannya dalam kejadian tersebut.

Dia mengatakan Jokowi seharusnya menyadari kesalahan yang telah dilakukannya. "DPR perlu memanggil dan meminta pertanggungjawaban langsung kepada Jokowi," katanya.

Agus mengatakan apakah Jokowi menyadari tindakannya memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo berpotensi membuatnya dianggap sebagai pengkhianat terhadap reformasi dan demokrasi yang telah berlangsung di Indonesia.

Sumber Berita / Artikel Asli : tempo

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved