Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Mahfud MD Sebut Hak Angket Tak Ubah Hasil Pemilu, Tapi Pemakzulan Presiden dapat Dilakukan, Ini Kata Ahli Hukum Trisakti

 

Mantan Menko Polhukam yang juga cawapres nomor urut 3, Mahfud Md mengatakan dugaan kecurangan Pemilu 2024 dapat diselesaikan melalui jalur politik berupa hak angket DPR. Namun, hak angket tersebut tidak dapat mengubah hasil Pemilu. Hak angket, menurut Mahfud, dapat menjatuhkan sanksi kepada Jokowi, termasuk pemakzulan presiden atau impeachment.

“Semua anggota parpol di DPR mempunyai legal standing untuk menuntut angket. Adalah salah mereka yang mengatakan bahwa kisruh pemilu ini tak bisa diselesaikan melalui angket. Bisa, dong,” kata Mahfud Md pada 26 Februari 2024.

Pemilu 2024 sudah selesai diselenggarakan dengan hasil yang belum pasti, baik presiden-wakil presiden maupun legislatif (DPR dan DPD). Instansi yang berwenang mengumumkan suara dan penyelenggara Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum mengumumkan hasil secara resmi. Namun, berdasarkan perhitungan cepat (quick count), pemenang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sudah diketahui.

Pakar Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadjar menilai pemenang tersebut telah mendapatkan dukungan dari Presiden Jokowi karena putra sulungnya, Gibran ikut berkontestasi sebagai cawapres pasangan Prabowo.

Kendati demikian, menurut Fickar, pelaksanaan Pemilu 2024 memang mengganjal, terutama usai dikeluarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.90/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut menambah norma baru tentang persyaratan batas usia capres dan cawapres yang dipaksakan. Akibatnya, Gibran yang belum memenuhi syarat sebagai cawapres “dipaksakan” melalui putusan ini.

"Keputusan tersebut seharusnya dikeluarkan secara mutlak oleh pembuat undang-undang, yaitu DPR bersama presiden. Selain itu, putusan MK itu juga telah melahirkan Putusan Dewan Kehormatan MK (DKMK) yang “memecat” Anwar Usman sebagai Ketua MK. Sebab, paman Gibran ini diputuskan telah melanggar etika profesional Hakim," kata ahli hukum dari Universitas Trisakti itu.

Selain itu, terdapat peristiwa politik dan hukum lain yang secara kasat mata saling terkait satu sama lain. Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 tersebut lahir usai wacana perpanjangan masa jabatan presiden untuk ketiga kalinya menghilang.

"Mengingat penyelenggara legislatif menolak jabatan presiden 3 periode, pencalonan putra presiden sebagai cawapres menjadi polemik bagi partai pendukung. Sebab, pencalonan Gibran menutup kesempatan para politisi yang sudah banyak berkeringat melaju menjadi cawapres," kata Fickar dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Fickar, peristiwa politik tersebut jelas sebagai upaya beraroma nepotisme. Dengan Presiden Jokowi membiarkan anaknya dicalonkan dan diberikan dukungan, itu sudah memenuhi kriteria “nepotisme”. Sebab, tidak pernah ada presiden yang sedang berkuasa berani dan membiarkan pencalonan anaknya sebagai cawapres peserta Pemilu 2024, kecuali di negara kerajaan.

Kecurangan Pemilu 2024 juga sudah mengorbankan jajaran KPU yang menerima pencalonan Prabowo-Gibran. KPU telah diadili dan dihukum oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena melakukan perbuatan tidak etik yang dijatuhi hukuman peringatan keras untuk terakhir kalinya.

Ketentuan larangan nepotisme bagi penyelenggara negara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

"Ketentuan dalam ranah yuridis politis ini tidak menjangkau tindakan yang dilakukan presiden sebagai kepala negara. Sebab, mekanisme pemakzulan presiden dilakukan oleh DPR melalui hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat sesuai Pasal 7A UUD 1945," kata Abdul Fickar Hadjar.

Sumber Berita / Artikel Asli : tempo

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved