Lembaga Inggris tiba-tiba menyoroti nasib RI jika calon presiden (capres) Prabowo Subianto resmi dilantik.
Ini setidaknya terlihat dari artikel opini yang dikeluarkan think tank asal negeri itu, pekan lalu, Chartham House.
Saat ini Prabowo yang berpasangan dengan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, menguasai hitung cepat (quick count) pemilu presiden (pilpres). Ia juga unggul di real count Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Direktur Asia-Pasifik Ben Bland membuat analisis dengan judul "Continuity Prabowo means change for Indonesia".
Disebut bagaimana "Prabowo telah menggunakan dukungan dari Jokowi untuk memenangkan kekuasaan namun kemungkinan besar tidak akan memerintah sebagai 'proksi' Jokowi".
"Ketika saya makan siang bersama Prabowo Subianto pada tahun 2013, setahun sebelum upaya pertamanya yang gagal untuk terpilih sebagai presiden Indonesia, dia masih mengasah nada nasionalisnya yang berapi-api, berjanji untuk mengguncang negara dan mencegahnya menjadi negara gagal," tulisnya di awal, dikutip Rabu (28/2/2025).
"Sebelas tahun kemudian, mantan jenderal berusia 72 tahun itu akhirnya berhasil mengamankan kursi kepresidenan dengan kembali menjadikan dirinya sebagai kandidat pengganti, membentuk aliansi yang tidak terduga dengan Presiden Joko Widodo yang sangat populer," ujarnya.
Ia pun menyoroti bagaimana nantinya RI di tangan Prabowo. Dikatakannya pilihan pemimpin baru Indonesia tidak hanya penting bagi RI tapi Asia Tenggara, di mana Tanah Air menjadi garis depan persaingan Amerika Serikat (AS) dan China.
Ini kemudian ia kaitkan dengan skala dan pertumbuhan pesat ekonomi di antara negara G20. Termasuk status Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia.
"Jika Prabowo mulai menjabat pada bulan Oktober, ia kemungkinan akan memerintah sebagai orangnya sendiri dan bukan sebagai wakil Jokowi. Hal ini sebagian disebabkan oleh kepribadiannya," tegasnya,
"Realitas politik juga akan membatasi pengaruh Jokowi. Jabatan wakil presiden di Indonesia sama lemahnya dengan di AS, sehingga akan sulit bagi Gibran … untuk menggunakan posisi tersebut untuk memberikan pengaruh," ujarnya lagi menyinggung putra Jokowi, Gibran yang akan menjadi wapres.
"Jokowi mungkin akan tetap mendapatkan dukungan publik yang tinggi setelah ia meninggalkan jabatannya (dengan tingkat dukungan sebesar 80%), namun hal tersebut tidak akan secara otomatis menghasilkan pengaruh politik," tambahnya.
"Faktanya, begitu Prabowo menguasai kekuasaan dan patronase yang signifikan di kursi kepresidenan, para pemimpin partai dan taipan politik yang bebas memilih yang mendukung Jokowi kemungkinan besar akan tertarik pada Prabowo," ujarnya.
"Bagaimana Prabowo dan Jokowi mengelola hubungan mereka yang panjang dan rumit…akan menentukan bentuk kepresidenan Prabowo."
Ekonomi
Ia yakin Prabowo akan mempunyai instingnya sendiri dalam hal memerintah. Meskipun hanya ada sedikit pembahasan rinci mengenai kebijakan dalam kampanyenya.
Di bidang ekonomi, ujarnya, Prabowo kemungkinan akan melanjutkan kebijakan Jokowi untuk membangun ibu kota baru senilai US$33 miliar di Kalimantan.
Selain itu, ia juga memiliki keinginan yang sama dengan Presiden Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri modern dan bukan hanya sekedar eksportir komoditas mentah seperti nikel, bauksit, dan minyak sawit.
"Namun, sepertinya Prabowo tidak akan fokus seperti Jokowi dalam menarik investasi dan mengembangkan infrastruktur," ramalnya lagi.
"Dan masih belum jelas bagaimana Prabowo akan menyeimbangkan rencananya yang berpotensi memakan banyak biaya untuk mewujudkan Indonesia," tambahnya.
Dunia Internasional
Ia juga menyinggung bagaimana Prabowo di kancah internasional. Menurutnya Prabowo akan menjadi presiden yang sangat berbeda dari Jokowi.
"Dibesarkan di London, Zurich dan Kuala Lumpur, mantan jenderal ini kemungkinan besar akan menjadi presiden yang sangat berbeda di kancah internasional," ungkapnya.
"Jokowi tidak menyukai formalitas pertemuan puncak diplomatik, tidak pernah menghadiri Sidang Umum PBB secara langsung, dan berpendapat bahwa kebijakan luar negeri harus dipusatkan pada peningkatan perdagangan dan investasi," jelasnya.
"Prabowo adalah seorang yang fasih berbahasa Inggris dan menyukai pusat perhatian dunia, namun dalam pidato nasionalisnya, ia sensitif terhadap anggapan remeh dari kekuatan asing," tegasnya.
"Meskipun ia tidak mungkin membatalkan komitmen jangka panjang Indonesia terhadap kebijakan luar negeri yang independen dan non-blok, Prabowo akan membawa gayanya sendiri yang antusias namun tidak dapat diprediksi," katanya lagi.