Guru Besar Filsafat dan Etika, Prof. Franz Magnis-Suseno SJ (Romo Magnis), memberikan pendapat terkait etika yang ramai dibicarakan beberapa waktu ini.
Romo Magnis mengatakan bahwa etika merupakan sesuatu yang harus dimiliki untuk dapat membedakan apa yang baik dan tidak.
“Karena etika berarti bahwa dia tahu perbedaan antara baik dan jahat, antara adil dan tidak adil, antara yang terpuji dan tidak terpuji,” ucap Romo Magnis, dikutip dari kanal YouTube METRO TV, Jumat, 9 Februari 2024.
Pentingnya memahami mana yang baik dan jahat, menurut Romo Magnis merupakan hal yang penting untuk menghindari berbagai masalah.
“Kalau dia menjadi kabur tentang etika, dia mencampurinya ini gawat sekali, antara baik dan jahat sebetulnya tidak ada campuran,” ucap Romo Magnis.
Romo Magnis mengatakan bahwa taat hukum saya tidak cukup untuk dapat menjadi pemimpin negara.
Pasalnya menurut Romo Magnis, hukum merupakan sebuah etika paling dasar yang memang wajib untuk dipatuhi.
“Hukum bisa dikatakan merupakan rumusan paling dasar etika yang dipastikan bagi masyarakat supaya ada orientasi, tapi kita ingin dipimpin oleh orang yang betul-betul ingin yang terbaik, bukan bagi dia sendiri melainkan bagi kita semua,” ucap Romo Magnis.
Lebih lanjut, Romo Magnis juga menyinggung terkait seorang pemimpin negara yang seharusnya tidak terganggu oleh urusan keluarga.
“Dari seorang kepala negara, kita misalnya mengharapkan bahwa dia sadar bahwa selama dia memimpin negara itu tidak boleh terlalu diganggu oleh keluarga,” ujarnya.
Bagi Romo Magnis, ketika seseorang menjadi kepala negara, maka dirinya harus siap dan sadar bahwa keluarga akan menjadi korban akibat jabatan yang ia tanggung.
“Keluarga menjadi korban dalam hal ini, karena bangsa memerlukan dia kadang-kadang 24 jam per hari itulah pentingnya etika,” ucapnya.
Ketika ditanya mengenai apakah kondisi saat ini kepentingan keluarga lebih tinggi daripada kepentingan bangsa, Romo mengatakan bahwa ini adalah kondisi yang mengherankan.
“Yang paling menerangkan bahwa calon seorang calon wakil presiden, hanya bisa menjadi calon wakil presiden dengan dua pelanggaran etika yang keras,” ucapnya.***