Dalam menatap Pemilu 2024, kita melihat godaan politik identitas memuncak di putaran kedua.
Berbeda dengan Pilpres sebelumnya, penggunaan politik identitas masih minim hingga detik ini.
Namun, apakah kondisi ini akan terus berlanjut?
Hingga saat ini, para calon presiden cenderung fokus pada isu-isu ekonomi, politik luar negeri, dan sosial.
Namun, pertanyaannya, apakah politik identitas akan merayap pada putaran kedua? Beberapa tanda menunjukkan bahwa hal ini bisa saja terjadi.
Pada putaran pertama, meskipun belum terlalu mencolok, calon Amin sudah dekat dengan tokoh agama, terutama Habib Rizieq.
Novel P. Mukmin bahkan menyebutkan kemungkinan dukungan Habib Rizieq terhadap Amin.
Namun, apakah ini hanya isu atau strategi politik yang akan berkembang lebih lanjut?
Organisasi Islam besar, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, telah memperingatkan agar politik identitas tidak dicampur dalam Pemilu.
Kiai Yahya Stakov dari PBNU secara tegas menolak politik identitas keagamaan sebagai alat politik. Namun, apakah himbauan ini akan cukup?
Pertanyaan terbesar adalah apakah politik identitas dapat dihindari sepenuhnya?
Meskipun banyak yang menentang, jika dalam putaran kedua tak ada senjata lain yang bisa digunakan, politik identitas mungkin akan mencuat. Dalam hal ini, penting bagi pemilih untuk merenung.
Kita sebagai pemilih memiliki kekuasaan untuk mencegah kerusakan sosial dan politik akibat politik identitas.
Di tengah munculnya isu ini, kita sebagai pemilih harus tetap kritis dan tidak membiarkan politik identitas merusak kerukunan bangsa.
Dalam memilih, mari pertimbangkan dampak jangka panjang dari politik identitas.
Pilihan kita bukan hanya untuk menjaga stabilitas politik, tetapi juga untuk memastikan bahwa identitas keindonesiaan kita tetap beragam dan inklusif.
Begitu juga dengan himbauan Kusahya untuk menjauhi politik identitas.
Meskipun sulit, sebagai pemilih, kita dapat membawa perubahan dengan memilih calon yang mampu menjaga persatuan tanpa mengorbankan identitas kita.
Dalam menghadapi Pemilu 2024, mari bersama-sama menjaga agar politik identitas tidak merusak keharmonisan bangsa.
Pemilihan adalah tanggung jawab bersama, dan kita memiliki kekuatan untuk membentuk masa depan yang inklusif dan harmonis.