Debat calon wakil presiden (Cawapres) yang keempat pada Minggu (21/1/2024) lalu masih menyisakan pendapat dari berbagai kalangan.
Tentunya, masyarakat masih memiliki waktu untuk mengenal, mempelajari, dan mempertimbangkan program dan rekam jejak masing-masing pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden sebelum menjatuhkan pilihan pada 14 Februari 2024 mendatang.
Berikut rangkuman rekam jejak ketiga cawapres tersebut:
- Muhaimin Iskandar
Muhaimin Iskandar, atau yang akrab disapa Cak Imin, lahir di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, pada 24 September 1966.
Terlahir sebagai cicit dari salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Bisri Syansuri, karir politik Muhaimin bisa dibilang cukup cemerlang.
Berbagai jabatan politik, mulai dari anggota DPR, menteri, hingga ketua umum partai politik, pernah dijajakinya dalam usia relatif muda.
Karir politik pria lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada ini dimulai bersamaan dengan lahirnya era Reformasi pada tahun 1998.
Cak Imin terpilih sebagai anggota legislatif dan langsung mengemban jabatan sebagai Wakil Ketua DPR-RI periode 1999-2004.
Ia menjabat sebagai Wakil Ketua MPR-RI periode 2018-2019 dan yang teranyar, sebagai Wakil Ketua DPR-RI periode 2019-2024.
Pada tahun 2021, Ia meraih penghargaan untuk kategori pimpinan DPR yang humanis dan demokratis dalam perhelatan Koordinatoriat Wartawan Parlemen Award 2021.
Meski begitu, di balik karir politiknya yang dibilang cemerlang, nama Cak Imin tak lepas dari beberapa kontroversi. Salah satu yang paling menyita perhatian adalah konfliknya dengan Gus Dur di PKB.
Terkait konflik ini, putri kedua Gus Dur yang juga mantan Sekjen PKB, Yenny Wahid, menegaskan bahwa Gus Dur telah dikudeta Cak Imin lewat Muktamar Ancol pada 2008 silam.
- Gibran Rakabuming Raka
Lahir di Solo pada tanggal 1 Oktober 1987, nama Gibran Rakabuming Raka sendiri sebelumnya lebih dikenal sebagai putra sulung dari Presiden Jokowi dan seorang pengusaha.
Praktis, keterlibatan Gibran dalam dunia politik baru dimulai pada tahun 2019, saat ia resmi mendaftar dan bergabung bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai kader.
Namun, tak butuh waktu lama, setahun setelahnya, Gibran langsung mendapat rekomendasi dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk bertarung di Pemilihan Wali Kota Surakarta 2020.
Belum genap setahun menjabat, Gibran telah mendapatkan penghargaan sebagai Top Inspiring Leader dalam Joglosemar Tourism Awards 2021, dari Indonesia Travel Tourism Award (ITTA) Foundation.
Di balik sejumlah pencapaian dan penghargaan yang diraih Gibran saat memimpin Kota Solo, namanya juga tak lepas dari sejumlah sorotan dan kontroversi.
Salah satunya adalah menyangkut proses pencalonannya sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Gibran, yang masih berusia 36 tahun per 2023, awalnya tidak memenuhi syarat untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden, yang berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun, berdasarkan Pasal 169 huruf q Undang-Undang 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Sejumlah pihak mempersoalkan putusan MK tersebut. Pasalnya, Ketua MK, Anwar Usman, adalah adik ipar Presiden Jokowi yang juga paman dari Gibran. Putusan itu juga dinilai memberi karpet merah kepada Gibran untuk maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
- Mahfud MD
Pria yang lahir di Kabupaten Sampang, Jawa Timur, pada 13 Mei 1957, ini, awalnya lebih dikenal sebagai akademisi dan guru besar di bidang ilmu hukum.
Pria yang juga menjadi aktivis sejak mahasiswa ini memulai karirnya sebagai akademisi dengan menjadi staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sejak tahun 1984, menukil dari laman resmi MK.
Mahfud tercatat menjadi salah satu politisi di Indonesia yang pernah mengemban jabatan sebagai eksekutif (menteri), legislatif (anggota DPR) dan yudikatif (Ketua MK).
Di balik sejumlah pencapaian dan prestasi yang diraih Mahfud MD, namanya juga tak lepas dari sejumlah sorotan dan kontroversi.
Selama ini, Mahfud dikenal sebagai sosok yang berani dan vokal, namun tak jarang beberapa pernyataannya tersebut menuai polemik dan kontroversi.
Belum lama ini, misalnya, Mahfud dengan lantang menyebut DPR sebagai markus, yang merujuk pada istilah makelar kasus.
Peristiwa itu terjadi saat ia tengah menjalani rapat dengan Komisi III DPR-RI dalam rangka membahas polemik transaksi keuangan janggal senilai Rp 349 triliun di Kemenkeu.
Pernyataan Mahfud juga menuai sorotan kala ia menyebut bahwa tidak ada unsur pelanggaran HAM berat dalam tragedi Kanjuruhan, pada 1 Oktober 2022.