Media asing kembali menyorot pemilu presiden (pilpres) RI. Kali ini terkait calon presiden (capres) nomor urut 1, Anies Baswedan.
Media Nikkei Asia misalnya memberi judul "Radical Indonesian cleric gives backing to presidential hopeful Anies". Ini merujuk ke dukungan Abu Bakar Ba'asyir kepada Anies.
"Calon presiden Indonesia Anies Baswedan telah menerima dukungan dari seorang ulama yang pernah menjadi pemimpin spiritual kelompok ekstremis di balik pemboman Bali tahun 2002, serangan teroris paling mematikan di negara ini," tulis media tersebut dalam awalannya, dikutip Selasa (30/1/2024).
"Dalam rekaman audio yang menjadi viral di media sosial bulan ini, Abu Bakar Bashir (Ba'asyir), 85, menggambarkan mantan gubernur Jakarta sebagai kandidat yang akan 'mencoba memerintah negara ini … dengan hukum Islam semaksimal mungkin'," sebut laman itu.
"Dukungan tersebut muncul hanya beberapa minggu sebelum negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia itu mengadakan pemilihan presiden. Anies, 54, saat ini berada di urutan kedua di belakang calon terdepan, Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan Indonesia," muatnya lagi.
Dimuat juga bahwa Abu Bakar Ba'asyir, bukanlah satu-satunya tokoh garis keras yang mendukung Anies. Nikkei juga menyinggung ulama lain, Ustad Abdul Somad.
"Ditolak masuk ke Singapura pada tahun 2022 karena apa yang disebut oleh negara kota tersebut sebagai ajarannya yang 'ekstremis dan segregasi'," bunyi laman itu menjelaskan sosoknya.
Media tersebut juga memasukkan pendapat pengamat. Disinggung bagaimana ini pernah terjadi di pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2017, di mana Anies menang melawan petahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).
"Dukungan dari ulama garis keras… berfungsi sebagai pengingat bagi komunitas non-Muslim di Indonesia dan Muslim moderat mengenai apa yang dilakukan Anies terhadap Ahok pada tahun 2017," muat Nikkei Asia mengutip peneliti senior di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) yang berbasis di Singapura, Alexander Arifianto.
"Anies memenangkan pemilihan gubernur Jakarta tahun 2017 dengan merayu pemilih konservatif dan tampil di rapat umum dengan para pemimpin Islam garis keras yang berkampanye untuk menggulingkan saingannya, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama, yang saat itu merupakan orang Kristen keturunan Tionghoa pertama yang memegang jabatan puncak di kota tersebut," tambah artikel itu.
"Anies juga menghadiri aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Gerakan 212, yang diambil dari tanggal 2 Desember 2016 ketika kelompok Islam pertama kali berdemonstrasi melawan Ahok. Dia (Ahok) kemudian dipenjara atas tuduhan penistaan agama terkait dengan komentar yang dia buat saat kampanye," jelas Nikkei lagi.
Laman yang sama juga memuat bagaimana kelompok Islam konservatif berkontribusi hingga 15-20% dari keseluruhan pemilih dari pemilu RI. Meski kecil, suaranya disebut signifikan.
Dijelaskan pula sebenarnya, Islam moderat sendiri lebih besar. Kemungkinan ini, masih dimuat Nikke Asia, coba didapat dengan menggandeng Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai calon wakil presiden (cawapres) Anies.
"Jumlah Muslim konservatif saja tidak cukup untuk memberikan kemenangan kepada Anies, sehingga ia juga telah mendapatkan suara dari Nahdlatul Ulama (NU) yang moderat, organisasi Muslim terbesar di Indonesia, dengan sekitar 90 juta pengikut," tulisnya lagi.
"Anies dan pasangannya, Muhaimin Iskandar, anggota NU dan ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), mengincar suara di provinsi kubu NU, Jawa Timur, yang memiliki jumlah pemilih terdaftar terbesar kedua di Indonesia, yaitu 31,4 juta," ujarnya.
"Dia membutuhkan suara yang signifikan dari NU, khususnya di daerah pertarungan.. Anies memiliki peluang kompetitif karena ia didukung oleh kelompok Islam garis keras dan sekarang oleh sebagian besar ulama NU di Jawa Timur," muat pengamat yang diwawancarai Nikkei Asia lagi, Arifianto.