Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md bertemu dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Senin, 29 Januari 2024.
Dalam pertemuan itu, Pratikno mengungkapkan keinginan Mahfud untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo alias Jokowi terkait rencananya untuk mundur dari kabinet.
“Pak Menko mohon menghadap Bapak Presiden,” kata Pratikno melalui pesan singkat pada Selasa, 30 Januari 2024. Meski begitu, Pratikno menyatakan Mahfud belum menyerahkan surat pengunduran dirinya.
Laporan Tempo sebelumnya menyebut Mahfud bertemu dengan Pratikno di Kompleks Rumah Menteri Widya Chandra, kawasan Jakarta Selatan.
Keduanya membahas mengenai rencana mundur Mahfud dan mekanisme pengunduran diri dari kabinet. Mahfud kini menjadi cawapres mendampingi Ganjar Pranowo.
Saat ini, Presiden Jokowi masih memiliki jadwal kunjungan kerja di Jawa Tengah. Kepala negara diperkirakan baru berada di Jakarta pada Kamis, 1 Februari 2024.
Adapun rencana Mahfud untuk meninggalkan jabatannya itu pernah diungkapkan oleh calon wakil presiden Ganjar Pranowo tersebut saat berkampanye di Semarang, dalam acara Tabrak Prof pada Selasa, 23 Januari 2024.
Sebelumnya, Ganjar merekomendasikan Mahfud untuk mundur dari posisi menteri agar tak ada konflik kepentingan selama mereka berkontestasi dalam Pilpres 2024.
“Bahwa pada saatnya yang tepat pasti akan mengajukan pengunduran diri secara baik-baik,” Kata Mahfud di Semarang pada Selasa malam, 23 Januari 2024.
Lantas, seperti apa rekam jejak Mahfud Md yang akan mundur dari posisi Menkopolhukam? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Rekam Jejak Pendidikan Mahfud Md
Mohammad Mahfud MD adalah seorang akademisi, hakim, penulis dan politisi asal Sampang, Jawa Timur.
Pria berusia 66 tahun ini lahir pada 13 Mei 1957. Dia merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara, dari pasangan Mahmodin dan Siti Khadidjah.
Melansir dari laman mkri.id, Mahfud menghabiskan masa kecilnya di Kecamatan Waru, Pamekasan. Sejak kecil, dia menempuh dua jenis pendidikan, yakni agama dan umum.
Ketika berusia tujuh tahun, dia dimasukkan ke Sekolah Dasar Negeri. Sore harinya, dia belajar di Madrasah Ibtidaiyyah. Kemudian malam sampai pagi hari, dia melanjutkan dengan belajar agama di surau.
Lulus dari SD, Mahfud melanjutkan pendidikan ke Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) di Pamekasan, Madura.
Setelah itu, dilanjutkan lagi ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) selama tiga tahun di Yogyakarta.
Setelah lulus pendidikan SMA sederajat, Mahfud memasuki jenjang perkuliahan di dua perguruan tinggi sekaligus.
Dia mengambil Jurusan Sastra Arab di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Jurusan Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.
Sayangnya, dia tidak melanjutkan studinya di Sastra Arab dan lulus dengan gelar Sarjana Hukum dari UII.
Berbekal gelar sarjana hukum itu, ia mengawali karier sebagai dosen di kampus almamaternya UII.
Sambil mengajar, ia pun melanjutkan kuliah di UGM pada studi ilmu politik dengan beasiswa penuh.
Setelah itu, Mahfud kembali mendapatkan beasiswa dari Yayasan Supersemar dan Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan studi S3.
Dia menggunakan kesempatan itu untuk mendalami ilmu hukum tata negara di program doktor UGM.
Mahfud kemudian dinobatkan menjadi Guru Besar bidang Politik Hukum di UII pada tahun 2000. Di tahun yang sama, dia dipercaya oleh Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk menjadi Menteri Pertahanan sekaligus Menteri Kehakiman dan HAM.
Setelah itu, Mahfud pun berkegiatan di politik praktis dengan bergabung bersama Partai Amanat Nasional (PAN).
Tapi, Mahfud kemudian pindah ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan menjadi Anggota DPR RI saat Pemilu 2004.
Usai jadi legislator, Mahfud mengikuti uji kelayakan calon hakim konstitusi. Dia lolos seleksi dan terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) untuk periode 2008-2013.
Pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi, Mahfud pun ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan untuk periode 2019-2024.
Kasus yang pernah dibongkar Mahfud
Selama menjabat sebagai menteri, Mahfud telah mengungkap sejumlah kasus di lingkungan pemerintahan.
Salah satunya adalah ketika membongkar transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.
Bahkan, akibat kasus itu, Mahfud sempat berseteru dengan sejumlah anggota Komisi III DPR.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi III DPR pada Rabu, 29 Maret 2023, Mahfud menguliti transaksi mencurigakan yang terjadi pada 2009-2023 tersebut satu persatu.
Mahfud yang juga menjabat Ketua Komite Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan TPPU ini menjabarkan 7 modus yang diduga dilakukan dalam transaksi keuangan tersebut. Modus pertama yang ditemukan adalah kepemilikan saham pada perusahaan atas nama keluarga.
Selain itu, masih ada berbagai modus lain, seperti kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak yang diatasnamakan pihak lain atau disimpan di tempat lain, hingga menyimpan harta hasil kejahatan dalam safe deposit box atau tempat lainnya.
Sebelumnya, Mahfud membeberkan awal mula terungkapnya uang Rp 37 miliar dalam deposit box milik eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo.
Mahfud Md mengatakan temuan Rp 37 miliar itu terungkap ketika Rafael datang ke bank untuk membuka deposit box miliknya.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang curiga dengan gelagat Rafael langsung memblokir deposit boxnya.
Mahfud menyebut ini merupakan praktik tindakan pencucian uang dan memang berawal dari kecurigaan. Kecurigaan ini mesti dikembangkan lagi untuk menjadi konstruksi hukum.
Tak hanya itu, Mahfud pernah membongkar dugaan kasus korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) yang mencapai Rp 10 triliun.
Dia juga menyebutkan bahwa modus korupsi di perusahaan BUMN itu mirip dengan kasus korupsi PT Jiwasraya.
“Modus operandinya sama. Bahkan mungkin ada beberapa orangnya yang sama,” kata Mahfud saat ditemui di kantornya, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 13 Januari 2020.
Dalam kasus tewasnya Brigadir J di rumah eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Mahfud juga pernah melontarkan pernyataan yang membuat geger publik.
Ia mengungkapkan Ferdy Sambo memiliki kelompok yang sudah menjadi kerajaan di internal Mabes Polri.
Menurutnya, ada hambatan secara struktural dalam penyelesaian kasus tewasnya Brigadir J di rumah dinas Sambo beberapa waktu lalu.
“Karena ini tak bisa dipungkiri ada kelompok Sambo sendiri ini yang seperti menjadi kerajaan Polri sendiri di dalamnya. Seperti sub-Mabes yang sangat berkuasa," kata Mahfud di kanal YouTube Akbar Faisal Uncensored, dikutip Kamis, 18 Agustus 2022.
Mahfud menjelaskan ada tiga klaster keterlibatan personel Polri dalam kasus tewasnya Brigadir J. Klaster pertama, yakni sosok Irjen Sambo yang menjadi tersangka karena diduga perencana pembunuhan.
Kemudian klaster kedua, yakni pihak yang menghalangi pengusutan kasus tersebut. Ia menilai klaster ini potensial dijerat pasal obstruction of justice. Lalu klaster ketiga, yakni pihak yang sekadar ikut-ikutan saja dalam kasus ini.