Capres nomor urut satu, Anies Baswedan memberikan kritikannya atas program bantuan sosial (bansos) yang dilakukan Presiden Jokowi.
Bansos tersebut berupa bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 200 ribu yang dibagikan per bulan, mulai Januari hingga Maret 2024.
Nantinya akan ada sebanyak 18 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang akan menerima bansos tersebut.
Penyalurannya akan dilakukan pada Februari 2024 dengan cara dirapel, sehingga masyarakat akan mendapatkan bansos tersebut sebesar Rp 600 ribu.
Anies kemudian mengritik soal penyaluran bansos tersebut, karena tak diberikan per bulan sesuai kebutuhan rakyat, tapi digabung atau dirapel.
Menurut Anies, akan lebih baik bansos diberikan sesuai waktu yang ditetukan, yakni per bulan bukan dirapel.
Anies tak ingin pembagian bansos ini mengikuti kalender politik, mengingat bulan Februari 2024 adalah pelaksanaan Pilpres 2024.
"Bansos diberikan mengikuti kalender kebutuhan rakyat, bukan mengikuti kalender politik. Kapan rakyat membutuhkan di situ diberikan bansos, ada jadwalnya. Jadwalnya sesuai kebutuhan rakyat bukan sesuai kebutuhan politik yang mau memberi," kata Anies dilansir WartakotaLive.com, Rabu (31/1/2024).
Lebih lanjut, Anies menegaskan bahwa progam bansos ini diputuskan oleh pemerintah.
Namun pilihan rakyat terkait sosok pemimpin yang diinginkan itu murni keputusan rakyat bukan pemerintah.
Sehingga Anies tak ingin program bansos ini dimanfaatkan untuk politik.
Karena masyarakat mau menerima bansos demi hidup mereka yang lebih baik dan tidak terus menerus dalam kondisi sulit.
"Jadi program bansos diputuskan oleh pemerintah tapi pilihan rakyat itu keputusan rakyat bukan keputusan pemerintah."
"Karena mereka ingin hidup lebih baik, supaya tidak terus menerus kondisinya berat, kondisi sulit itulah yang mereka mau nerima bansos, masa terima bansos gini mau diteruskan sulitnya," terang Anies.
Kemenkeu Kucurkan Dana Rp 11,25 Triliun untuk Bansos Rp 200.000 Per Bulan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan dana sebesar Rp 11,25 triliun untuk penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 200.000 per bulan hingga Maret 2024.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, dana yang dikeluarkan itu bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, penyaluran BLT tersebut bakal disalurkan kepada 18,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
"Sebagian besar kan sudah ada di APBN, tapi ini kan memang ada beberapa perubahan-perubahan yang mungkin sifatnya merespons kondisi yang ada di masyarakat dan global."
"Nah ini tentunya kita akan carikan," kata Febrio kepada wartawan di Kantor Kemenko Perekonomian, dikutip Selasa (30/1/2024).
Baca juga: PDIP Kritik Presiden Jokowi Tak Libatkan Mensos Risma dalam Penyaluran Bansos
Selain menyalurkan BLT, pemerintah juga melanjutkan penyaluran bantuan pangan sebesar 10 kilogram beras kepada 22,2 juta KPM hingga Juni 2024.
Febrio mengatakan, dalam mendukung kebutuhan masyarakat tersebut peran APBN dinilai siap layaknya tahun-tahun kemarin.
"Kita untuk mengelola APBN itu fleksibel, jadi kita memang selalu siapkan seperti beberapa tahun terakhir. Kita selalu gunakan istilah shock absorber."
"Jadi kalau misal ada kebutuhan di masyarakat yang disebabkan gejolak yang kita lihat di pasar global, APBN nya bisa tetap siap," jelas dia.
Bansos Gantikan Program El Nino
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah memutuskan untuk menyalurkan bantuan pangan beras sebesar 10 kilogram per bulan sampai Juni 2024 dan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 200.000 sampai Maret 2024.
"Ini menggantikan program El Nino yang tahun kemarin diberikan. Tahun kemarin sebesar Rp 200.000 per bulan, pada waktu itu selama 2 bulan atau Rp 400.000," kata Airlangga dalam Konferensi Pers di Kantornya, Senin (29/1/2024).
Airlangga bilang, untuk bantuan langsung tunai disalurkan pada Februari mendatang. Jumlah masyarakat yang mendapat BLT ini sebesar 18,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
"Itu akan di evaluasi 3 bulan lagi, dan 3 bulan pertama diberikan nanti sekitar bulan Februari besarnya Rp 200.000 per bulan," jelas dia.
Dikatakan Airlangga, perbedaan data antara penerima bantuan beras sebesar 22,2 juta KPM dan penerima BLT sebesar 18,8 juta KPM itu sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
"Itu biasanya masyarakat di bawah bertanya kenapa saya mendapat beras tapi tidak dapat BLT cash. Nah tentu dengan data yang berbeda itu bergantung kepada kemarin data yang dari PMK terkait dengan data tersebut," jelasnya.