Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia tahun 2024 semakin memanas.
Salah satu isu yang menjadi sorotan publik adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, sebagai calon wakil presiden.
Sejumlah pihak menilai, pencalonan Gibran tidak tepat karena masih muda dan belum berpengalaman. Selain itu, pencalonan tersebut dinilai sebagai upaya Jokowi untuk melanggengkan kekuasaannya melalui putranya.
Dalam wawancara dengan kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP, peneliti politik LIPI Ikrar Nusa Bhakti mengkritik pencalonan Gibran.
Ia menilai, Jokowi telah bertindak sebagai "pembunuh politik yang tidak berperasaan".
"Jokowi telah melakukan segala cara untuk meloloskan Gibran menjadi calon wakil presiden," kata Ikrar.
"Ia telah menekan Mahkamah Konstitusi, melibatkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan bahkan mendekati Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo."
Ikrar juga menyoroti manuver Mensetneg Pratikno yang dinilai telah melanggar aturan. Pratikno diketahui telah bertemu dengan sejumlah kepala daerah dan tokoh masyarakat di Jawa Tengah untuk mendukung pencalonan Gibran.
"Pratikno telah menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi," kata Ikrar.
"Ia telah mengintervensi urusan politik yang seharusnya tidak boleh ia campur tangan."
Ikrar menilai, manuver Jokowi dan Pratikno tersebut telah merusak demokrasi Indonesia.
Ia mengingatkan, upaya untuk melanggengkan kekuasaan melalui keluarga merupakan hal yang berbahaya.
"Apa yang dilakukan Jokowi dan Pratikno adalah upaya untuk melanggengkan kekuasaan melalui keluarga," kata Ikrar.
"Hal ini sangat berbahaya bagi demokrasi Indonesia."
Pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden telah menjadi isu yang kontroversial.
Pencalonan tersebut dinilai sebagai upaya Jokowi untuk melanggengkan kekuasaannya melalui putranya.
Kritik dari peneliti politik LIPI Ikrar Nusa Bhakti semakin mempertajam polemik seputar pencalonan Gibran.
Ia menilai, Jokowi telah bertindak sebagai "pembunuh politik yang tidak berperasaan" dan telah merusak demokrasi Indonesia.
Ikrar menyebut Jokowi telah mengkhianati demokrasi dan bangsa Indonesia.
"Jokowi itu membajak demokrasi Indonesia. Dia tidak sedikit yang kemudian mengatakan bahwa dia itu mengkhianati bangsa dan negara Indonesia dengan kemudian mengkhianati demokrasi kita," kata Ikrar
Ikrar mencontohkan manuver Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, sebagai Wali Kota Solo.
Ikrar menyebut Pratikno telah menggunakan kekuasaannya untuk memanipulasi hasil pemilihan umum (Pemilu) Wali Kota Solo 2020.
"Anda bisa bayangkan, demokrasi yang benar-benar dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat yang bergulir sudah sampai ke tingkat konsolidasi demokrasi yang tinggal dua langkah lagi," kata Ikrar.
"Dua langkah itu maksudnya dua kali pemilihan umum lagi kita mencengkram apa yang disebut dengan demokrasi substansial di mana orang memilih bukan karena Bansos bukan karena bagi-bagi uang, tapi benar-benar memilih calon presiden atas dasar pilihan paslon Presiden dan Wakil Presiden ini akan bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik," imbuhnya.
Ikrar juga mengkritik Jokowi yang dinilai telah menggunakan kekuasaannya untuk melancarkan black campaign terhadap lawan politiknya.
"Jokowi itu bukan cuma ingin membangun kekuasaan untuk kelompoknya, tapi untuk keluarganya," kata Ikrar.
"Dia juga tidak akan berbagi kekuasaan untuk kelompok yang selama ini mendukung dia. Semuanya itu cuma menjadi alat aja supaya tujuan dia itu tercapai," imbuhnya.
Ikrar menilai Jokowi telah menjadi "pembunuh politik yang tidak berperasaan".
"Kalau dia memang punya moral seperti tadi anda katakan itu pasti hal-hal semacam itu enggak mungkin diailakukan kepada sebuah partai politik atau pimpinan partai politik atau teman seperjuangannya itu benar-benar di black campaign sedemikian rupa supaya rakyat itu berbalik menjadi mendukung paslon yang dia dukung," kata Ikrar.
Ikrar juga menyoroti manuver Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno yang meloloskan Gibran dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia menilai Pratikno telah menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi Jokowi.
"Bagaimana kemudian sang anak mantu juga mulai dititipkan kepada Pak Prabowo untuk menjadi calon gubernur Sumatera Utara," kata Ikrar.
"Dan anda juga tadi saya sudah katakan ya karena dia tahu persis suara terbanyak itu di Pulau Jawa makanya kan yang didatangi oleh Presiden itu selalu ke mana calon presiden apakah nomor satu atau nomor tiga itu pergi makanya itulah yang kemudian akan diambil suaranya khususnya nomor dia gembosi khususnya nomor tiga karena dia tahu itu nomor tiga itu adalah partai dia dan dia tahu di mana kekuatannya dan di mana kelemahannya makanya digembosi," sambungnya.
Ikrar menilai Jokowi telah menggunakan kekuasaannya secara tidak bertanggung jawab. Ia khawatir hal ini akan merusak demokrasi Indonesia.
"Jokowi tuh merasa paling tinggi kekuasaannya tidak ada oposisi, parlemen juga tidak bisa menjadi penyeimbang apalagi yang namanya yudikatif juga tidak bisa menjadi penyeimbang, semuanya malah boleh dikatakan sudah seperti alat-alat kekuasaan dia," kata Ikrar.
"Anda bisa bayangkan ya demokrasi yang benar-benar dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat yang bergulir sudah sampai ke tingkat konsolidasi demokrasi yang tinggal dua langkah lagi.
Dua langkah itu maksudnya dua kali pemilihan umum lagi kita mencap apa yang disebut dengan demokrasi substansial di mana orang memilih bukan karena Bansos bukan karena bagi-bagi uang ya tapi benar-benar memilih calon presiden atas dasar pilihan paslon Presiden dan Wakil Presiden ini akan bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik ini sekarang benar-benar hancur."
Ikrar mencontohkan upaya Jokowi untuk menggolkan Gibran dengan mengangkat Mensetneg Pratikno sebagai orang kepercayaan jokowi.
Pratikno, yang merupakan kader PDIP, diyakini akan mendukung pencalonan Gibran.
"Jokowi itu tahu persis suara terbanyak itu di Pulau Jawa makanya kan yang didatangi oleh Presiden itu selalu ke mana calon presiden Apakah nomor satu atau nomor 3 itu pergi makanya itulah yang kemudian akan diambil suaranya khususnya nomor dia gembosi khususnya nomor tiga karena dia tahu itu nomor tiga itu adalah partai dia dan dia tahu di mana kekuatannya dan di mana kelemahannya makanya digembosi," kata Ikrar.
Ikrar juga menyoroti pernyataan Jokowi yang menyebut presiden boleh memihak pada salah satu pasangan calon. Menurut Ikrar, pernyataan tersebut bertentangan dengan undang-undang.
"Presiden itu memang boleh berkampanye menurut undang-undang pemilihan umum baik itu nomor 7 Tahun 2017 atau undang-undang yang sebelumnya demikian. Tapi itu kan kalau menurut ahli hukum tata negara itu kan untuk calon presiden atau presiden yang misalnya bisa maju sebagai petahana atau wakil presiden yang kemudian menjadi penantang seperti Pak Yusuf Kala pada 2009 kan dia menjadi calon Presiden bersama kalau enggak salah Wiranto. Iya itu boleh.
Tapi kemudian kan orang bertanya apakah presiden boleh memihak ternyata undang-undang Pemilu enggak bisa-bisa. Sebab kalau anda memihak itu artinya anda itu memihak pada satu kekuatan atau calon dan ini bertentangan dengan undang-undang," kata Ikrar.
Selain itu, Ikrar juga menyebut bahwa Jokowi telah melakukan kampanye hitam terhadap partai politik dan calon presiden lainnya.
Kampanye hitam tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menjatuhkan elektabilitas lawan politik Gibran.
Ikrar menilai bahwa tindakan Jokowi tersebut telah melanggar undang-undang dan merusak demokrasi Indonesia.
Ia juga menyebut bahwa Jokowi telah mengkhianati rakyat dan bangsa Indonesia.