SEJUMLAH aktivis 98 serta akademisi mengajak para mahasiswa untuk memilih calon pemimpin yang tidak mempunyai hutang masa lalu yakni terduga pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Para mantan aktivis itu juga menyerukan untuk menolak dinasti politik. Demikian hal yang mengemuka dalam diskusi yang digelar oleh Selamatkan Demokrasi Indonesia yang digelar di Jakarta, Minggu (21/1).
"Prabowo (calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto) punya masalah masa lalu pelanggaran HAM, wakilnya Gibran (Gibran Rakabuming Raka) menciptakan masalah baru. Bukan saja kita tidak pilih tapi kita tolak. Kalau sampai menang akan jadi preseden buruk. Aroma new orba (orde baru) mulai tercium," ujar aktivis dari Gerakan 98 (Gerak 98), Parto Bangun.
Ia khawatir apabila pemenang pemilu merupakan pelanggar HAM, kondisi demokrasi semakin mundur.
Sementara itu, Dosen Sosiologi Politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengangkat terduga pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu untuk masuk dalam kabinetnya.
Selain itu, terduga pelaku lain juga dilantik menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
"Siapa yang melindungi pelanggar HAM dia adalah pelanggar HAM," ucapnya.
Lalu Ia juga menyebut bahwa pemimpin saat ini mendukung pelanggar HAM menjadi calon wakil presiden.
Hal itu, dikhawatirkan akan berdampak pada semakin merosotnya indeks HAM di Indonesia.
"Skornya hanya 3,2 ini memalukan," terang Ubeidilah.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti yang juga mantan aktivis 98 menyebut pemerintah saat ini alih-alih menjaga demokrasi, justru menggerus prisip-prinsip demokrasi.
Ray mengungkit putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia minimal calon presiden/ calon wakil presiden yang menurutnya melanggengkan politik dinasti.
Seperti diberitakan, anak Sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dapat maju menjadi calon wakil presiden karena adanya putusan MK.
Ray juga mempersoalkan netralitas aparat seperti TNI/Polri/ Aparatur Sipil Negara (ASN) dan para kepala desa dalam pemilu 2024.
Sebab sempat ada deklarasi dukungan dari para kepala desa ataupun perangkat pemerintah terhadap paslon nomor urut 02.
"Yang paling bertanggung jawab memelihara netralitas adalah presiden karena yang menggunakan jasa mereka untuk pelayanan publik," terang Ray. Ia meminta presiden tidak tutup mata mengenai masalah itu.