Seniman Butet Kartaredjasa mengaku dibungkam dengan dilarang bicara yang memuat unsur politik dalam gelaran pentas teater berjudul "Musuh Bebuyutan" di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Jumat (1/12).
Pentas itu adalah agenda tahunan yang digelar oleh Forum Budaya Indonesia Kita yang memasuki tahun ke-41.
Tahun ini, tema pentas mengusung pertarungan politik yang terjadi di antara dua pihak yang sebelumnya bersahabat.
Butet mengaku diperintah untuk menandatangani surat pernyataan yang berisi komitmen untuk tidak membahas unsur politik dalam pentas yang diselenggarakan. Hal tersebut Butet ketahui dari stafnya ketika mengurus perizinan acara pentas.
Dalam surat itu, tercantum komitmen penanggung jawab acara untuk tidak kampanye pemilu, menyebarkan bahan kampanye pemilu, menggunakan atribut partai politik, menggunakan atribut pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, dan kegiatan politik lainnya.
Ia mengklaim hal ini baru pertama kali terjadi sejak Indonesia mengalami reformasi di tahun 1998.
"Jadi itu persyaratan administrasi sebelumnya tidak pernah ada sejak reformasi 1998. Itu zaman Orde Baru saja seperti itu," kata Butet, Selasa (5/12).
"Staf saya mengurus perizinan kayak biasanya kali ini dilampiri itu, dan aku harus tanda tangan," sambungnya.
Ia mengatakan tetap menandatangani surat itu dan melanjutkan gelaran pentas. Dalam pembukaan, ia menyinggung soal "pembungkaman" itu. Ia membuka pentas dengan mengucapkan selamat datang kepada Orde Baru.
Seniman kelahiran Daerah Istimewa Yogyakarta itu menilai instruksi untuk menandatangani surat larangan bicara politik dalam acara itu adalah bentuk intimidasi. Menurut Butet, intimidasi bisa beragam bentuk, termasuk seperti apa yang dialaminya.
"Intimidasi itu berupa surat pernyataan yang harus saya tandatangani bahwa saya tidak boleh bicara soal politik. Itu intimidasinya," kata Butet.
Polisi bantah intimidasi
Sementara itu, Polda Metro Jaya membantah ada intimidasi terhadap Butet dalam pergelaran kebudayaan tahunan tersebut.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengklaim telah bertindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Ada aturannya. Kemudian pascaterbit surat izin, tentunya ada kewajiban Polri untuk melakukan pengamanan," kata Trunoyudo dalam konferensi pers di Mapolsektro Menteng, Jakarta Pusat, Selasa.
Ia menjelaskan polisi merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2017. Menurut Trunoyudo, acara teater itu masuk dalam kategori keramaian umum.
Berdasarkan aturan itu, ada tiga kegiatan yang termasuk dalam kategori keramaian umum. Yakni, kegiatan berupa keramaian, kegiatan yang merupakan tontonan umum, dan kegiatan berupa arak-arakan.
Trunoyudo menyebut jika kegiatan itu berkaitan dengan kampanye, maka aturan yang jadi acuan adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
"Ini kan keramaian umum, (kalau kampanye) itu PKPU, ini keramaian umum biasa, maka seperti di Monas itu karena misinya kemanusiaan bukan keramaian untuk kampanye, keramaian umum biasa," kata dia.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho membantah melarang Butet berbicara soal politik dalam pentas teater itu.
Ia memastikan semua anggota kepolisian netral di Pemilu 2024. Ia pun mempersilakan warga melaporkan anggota polisi yang mengintimidasi atau partisan di Pemilu 2024.
"Polisi netral dalam kegiatan-kegiatan yang sudah diselenggarakan, apalagi dalam pemilu. Apabila ada oknum yang tidak sejalan silakan dilaporkan. Jadi kita tidak usah berpersepsi, tidak usah berandai," kata Sandi kepada wartawan, Selasa.
Perwakilan Kayan Production sekaligus penyelenggara pentas teater ini, Indah, membantah ada intimidasi dari kepolisian terkait surat yang ditandatangani Butet.
Indah mengaku dirinya yang mengurus langsung seluruh perizinan acara ke kepolisian. Ia menyebut surat pernyataan itu diberikan sebelum pentas digelar.
"Tidak ada intimidasi dalam penandatanganan surat tersebut, gitu saja," kata Indah di Polsek Metro Menteng, Selasa.